Sumber: steemit.com
Beberapa
bulan yang lalu, Masyarakat Aceh Tamiang baru saja merayakan hari jadinya 17.
Tepat pada tanggal 10 April, 17 tahun lalu berdasarkan Undang Undang Republik
Indonesia No 04 Tahun 2002 daerah ini resmi berdiri. Harapan percepatan
pembangunan dan pemerataan kesejahteraan menjadi asa bagi penduduk Aceh Tamiang
dengan berdirinya Kabupaten Aceh Tamiang.
Kekayaan
alam seperti minyak bumi dan hasil perkebunan menjadi motor utama perekonomian
Kabupaten Aceh Tamiang. Aceh Tamiang patut berbangga mengingat tidak semua
wilayah Aceh memiliki titik-titik minyak bumi, bahkan jumlah perusahaan
perkebunan kelapa sawit di daerah ini juga yang terbanyak di wilayah Provinsi
Aceh. Tidak hanya perusahaan, beberapa perusahaan perkebunan juga sudah
memiliki perusahaan pengolahaan sawit sendiri, sebut saja PKS Seumentok, PKS
Socfind, PKS Parasawita, PKS Mopoli Raya dan masih banyak lagi pabrik lainnya.
Setelah
hampir dua dekade Kabupaten Aceh Tamiang memisahkan diri, apakah kondisi
perekonomian Tamiang menjadi lebih baik dibandingkan daerah induk? Pertumbuhan
ekonomi selalu menjadi indikator awal kesejahteraan penduduk suatu wilayah,
harapannya adalah teori trickle down effect bisa berjalan dengan baik. Trickle
down effect merupakan anggapan bahwa pertumbuhan ekonomi yang besar
meskipun bersumber dari perusahaan perusahaan besar, diharapakan akan tetap
menetes kebawah aliran ekonominya yaitu akan berdampak pada ekonomi rakyat
kecil.
Sama
dengan kondisi di Aceh Tamiang, adanya perusahaan pertamina yang ada di
Kecamatan Rantau diharapkan akan berpengaruh terhadap perekonomian daerah
sekitar. Kesempatan usaha terbuka
seperti warung makan dan penyediaan penginapan bagi pekerja pertamina yang berasal
dari luar daerah.
Perusahaan
perkebunan dan pengolahan kelapa sawit diharapkan juga mampu mendongkrak
perekonomian Aceh Tamiang. Selain diharapkan mampu menghasilkan trickle down
effect, perusahaan perkebunan dan kelapa sawit bisa menyerap tenaga kerja
sebanyak-banyaknya bagi penduduk lokal.
Dengan
dua sumber utama pertumbuhan ekonomi yang sangat diharapkan untuk menopang
perekonomian Aceh Tamiang, rupanya perekonomian Kabupaten Aceh Tamiang tidak
sebaik Kota Langsa dan Kabupaten Aceh Timur. Kedua daerah tersebut merupakan
wilayah yang satu embrio dengan Kabupaten Aceh Tamiang. Pada Tahun 2017, berdasarkan
data Badan Pusat Statistik pertumbuhan ekonomi Kabupaten Aceh Tamiang hanya
4,01 persen, angka tersebut dibawah Aceh Timur (4,12 persen) dan Langsa (4,47
persen).
Indikator
lain yang mencerminkan kesejahteraan penduduk adalah Produk Domestik Regional
Bruto Perkapita atau biasa disebut PDRB perkapita. Angka ini menunjukan
rata-rata penerimaan kotor yang diterima setiap penduduk disuatu wilayah. PDRB
Perkapita Kabupaten Aceh Tamiang pada tahun 2010 adalah 17,38 juta setiap
jiwa/tahun. Angka tersebut lebih rendah dibandingkan PDRB Perkapita Kabupaten
Aceh Timur sebesar 20,08 juta setiap jiwa/tahun. Sedangkan Kota Langsa sedikit
diatas Aceh Tamiang dengan nilai 17,44 juta setiap jiwa/tahun.
PDRB
Perkapita Aceh Tamiang terus mengalami peningkatan dan pada tahun 2017 angka
PDRB Perkapita Kabupaten Aceh Tamiang sudah mencapai 22,71 juta setiap
jiwa/tahun. Dengan demikian daya beli penduduk Kabupaten Aceh Tamiang selama
kurun waktu 2010-2017 meningkat sekitar 5 juta. Kondisi ini jauh lebih baik
dibandingkan Kabupaten Aceh Timur yang hanya meningkat 1 juta saja. Peningkatan
PDRB perkapita kurun waktu 2010-2017 Kota Langsa jauh melebihi Aceh Timur dan
Aceh Tamiang yaitu 9 juta yaitu dari 17,44 juta menjadi 26,48 juta.
Berdasarkan
dua indikator perekonomian tersebut terlihat bahwa Kabupaten Aceh Tamiang masih
dibawah bayang-bayang Kota Langsa. Hal ini cukup ironis, mengingat Kota Langsa
tidak memiliki lahan yang luas untuk perkebunan dan tidak memiliki sumber
minyak bumi. Lalu apa yang membuat Kota Langsa lebih baik perekonomiannya
dibandingkan Kabupaten Aceh Tamiang dan Kabupaten Aceh Timur? Jawabannya adalah
Kota Langsa memiliki Dua Universitas besar di regional daerah timur Aceh yaitu
Universitas Samudra dan IAIN Cot Kala. Dua universitas negeri dan beberapa
universitas swasta sudah cukup menghidupkan perekonomian Kota Langsa. Dengan
adanya universitas, warung kopi dan warung makan di Kota Langsa menjadi lebih
hidup dibandingkan Kabupaten Aceh Timur dan Kabupaten Aceh Tamiang. Penyediaan
jasa indekos juga laris, mengingat mahasiswa Universitas di Kota Langsa sudah
banyak yang berasal dari luar kota.
Geliat
perekonomian Kota Langsa yang disokong adanya Universitas juga akan segera
dilengkapi dengan adanya pusat perbelanjaan. Meskipun belum selesai dibangun,
pusat perbelanjaan yang biasa disebut Langsa Town Square (Latos) akan menjadi
ancaman tersendiri bagi Kabupaten Aceh Tamiang dan Kabupaten Aceh Timur. Jika
sudah selesai dibangun, Latos bakalan menarik lebih banyak lagi penduduk Aceh
Tamiang dan Aceh Timur untuk berbelanja di Kota Langsa. Jika hal tersebut
terjadi, perekonomian Kota Langsa akan jauh meninggalkan dua saudaranya yaitu
Aceh Tamiang dan Aceh Timur.
Untuk
membangun perekonomian Aceh Tamiang yang lebih baik lagi, maka segenap
Pemerintah Daerah dan Masyarakat Aceh Tamiang harus membangun magnet
perekonomian yang baru. Salah satu potensi magnet perekonomian yang dimiliki
Aceh Tamiang adalah pariwisata. Potensi ini harus dioptimalkan,sehingga
kedepannya banyak penduduk luar daerah yang mengunjungi daerah wisata di Aceh
Tamiang. Kabupaten Aceh Tamiang juga perlu mendirikan pusat perbelanjaan yang
besar dan murah. Potensi ini dimiliki Aceh Tamiang, mengingat daerah ini lebih
dekat dengan medan sebagai sumber barang.
sumber: http://www.tamiangnews.com/2019/07/membangun-perekonomian-aceh-tamiang.html
No comments:
Post a Comment