Tuesday, July 16, 2019

Membangun Perekonomian Aceh Tamiang


 Sumber: steemit.com

Beberapa bulan yang lalu, Masyarakat Aceh Tamiang baru saja merayakan hari jadinya 17. Tepat pada tanggal 10 April, 17 tahun lalu berdasarkan Undang Undang Republik Indonesia No 04 Tahun 2002 daerah ini resmi berdiri. Harapan percepatan pembangunan dan pemerataan kesejahteraan menjadi asa bagi penduduk Aceh Tamiang dengan berdirinya Kabupaten Aceh Tamiang.

Kekayaan alam seperti minyak bumi dan hasil perkebunan menjadi motor utama perekonomian Kabupaten Aceh Tamiang. Aceh Tamiang patut berbangga mengingat tidak semua wilayah Aceh memiliki titik-titik minyak bumi, bahkan jumlah perusahaan perkebunan kelapa sawit di daerah ini juga yang terbanyak di wilayah Provinsi Aceh. Tidak hanya perusahaan, beberapa perusahaan perkebunan juga sudah memiliki perusahaan pengolahaan sawit sendiri, sebut saja PKS Seumentok, PKS Socfind, PKS Parasawita, PKS Mopoli Raya dan masih banyak lagi pabrik lainnya.


Setelah hampir dua dekade Kabupaten Aceh Tamiang memisahkan diri, apakah kondisi perekonomian Tamiang menjadi lebih baik dibandingkan daerah induk? Pertumbuhan ekonomi selalu menjadi indikator awal kesejahteraan penduduk suatu wilayah, harapannya adalah teori trickle down effect bisa berjalan dengan baik. Trickle down effect merupakan anggapan bahwa pertumbuhan ekonomi yang besar meskipun bersumber dari perusahaan perusahaan besar, diharapakan akan tetap menetes kebawah aliran ekonominya yaitu akan berdampak pada ekonomi rakyat kecil. 

Sama dengan kondisi di Aceh Tamiang, adanya perusahaan pertamina yang ada di Kecamatan Rantau diharapkan akan berpengaruh terhadap perekonomian daerah sekitar. Kesempatan usaha  terbuka seperti warung makan dan penyediaan penginapan bagi pekerja pertamina yang berasal dari luar daerah.

Perusahaan perkebunan dan pengolahan kelapa sawit diharapkan juga mampu mendongkrak perekonomian Aceh Tamiang. Selain diharapkan mampu menghasilkan trickle down effect, perusahaan perkebunan dan kelapa sawit bisa menyerap tenaga kerja sebanyak-banyaknya bagi penduduk lokal.

Dengan dua sumber utama pertumbuhan ekonomi yang sangat diharapkan untuk menopang perekonomian Aceh Tamiang, rupanya perekonomian Kabupaten Aceh Tamiang tidak sebaik Kota Langsa dan Kabupaten Aceh Timur. Kedua daerah tersebut merupakan wilayah yang satu embrio dengan Kabupaten Aceh Tamiang. Pada Tahun 2017, berdasarkan data Badan Pusat Statistik pertumbuhan ekonomi Kabupaten Aceh Tamiang hanya 4,01 persen, angka tersebut dibawah Aceh Timur (4,12 persen) dan Langsa (4,47 persen).

Indikator lain yang mencerminkan kesejahteraan penduduk adalah Produk Domestik Regional Bruto Perkapita atau biasa disebut PDRB perkapita. Angka ini menunjukan rata-rata penerimaan kotor yang diterima setiap penduduk disuatu wilayah. PDRB Perkapita Kabupaten Aceh Tamiang pada tahun 2010 adalah 17,38 juta setiap jiwa/tahun. Angka tersebut lebih rendah dibandingkan PDRB Perkapita Kabupaten Aceh Timur sebesar 20,08 juta setiap jiwa/tahun. Sedangkan Kota Langsa sedikit diatas Aceh Tamiang dengan nilai 17,44 juta setiap jiwa/tahun.

PDRB Perkapita Aceh Tamiang terus mengalami peningkatan dan pada tahun 2017 angka PDRB Perkapita Kabupaten Aceh Tamiang sudah mencapai 22,71 juta setiap jiwa/tahun. Dengan demikian daya beli penduduk Kabupaten Aceh Tamiang selama kurun waktu 2010-2017 meningkat sekitar 5 juta. Kondisi ini jauh lebih baik dibandingkan Kabupaten Aceh Timur yang hanya meningkat 1 juta saja. Peningkatan PDRB perkapita kurun waktu 2010-2017 Kota Langsa jauh melebihi Aceh Timur dan Aceh Tamiang yaitu 9 juta yaitu dari 17,44 juta menjadi 26,48 juta.

Berdasarkan dua indikator perekonomian tersebut terlihat bahwa Kabupaten Aceh Tamiang masih dibawah bayang-bayang Kota Langsa. Hal ini cukup ironis, mengingat Kota Langsa tidak memiliki lahan yang luas untuk perkebunan dan tidak memiliki sumber minyak bumi. Lalu apa yang membuat Kota Langsa lebih baik perekonomiannya dibandingkan Kabupaten Aceh Tamiang dan Kabupaten Aceh Timur? Jawabannya adalah Kota Langsa memiliki Dua Universitas besar di regional daerah timur Aceh yaitu Universitas Samudra dan IAIN Cot Kala. Dua universitas negeri dan beberapa universitas swasta sudah cukup menghidupkan perekonomian Kota Langsa. Dengan adanya universitas, warung kopi dan warung makan di Kota Langsa menjadi lebih hidup dibandingkan Kabupaten Aceh Timur dan Kabupaten Aceh Tamiang. Penyediaan jasa indekos juga laris, mengingat mahasiswa Universitas di Kota Langsa sudah banyak yang berasal dari luar kota.

Geliat perekonomian Kota Langsa yang disokong adanya Universitas juga akan segera dilengkapi dengan adanya pusat perbelanjaan. Meskipun belum selesai dibangun, pusat perbelanjaan yang biasa disebut Langsa Town Square (Latos) akan menjadi ancaman tersendiri bagi Kabupaten Aceh Tamiang dan Kabupaten Aceh Timur. Jika sudah selesai dibangun, Latos bakalan menarik lebih banyak lagi penduduk Aceh Tamiang dan Aceh Timur untuk berbelanja di Kota Langsa. Jika hal tersebut terjadi, perekonomian Kota Langsa akan jauh meninggalkan dua saudaranya yaitu Aceh Tamiang dan Aceh Timur.

Untuk membangun perekonomian Aceh Tamiang yang lebih baik lagi, maka segenap Pemerintah Daerah dan Masyarakat Aceh Tamiang harus membangun magnet perekonomian yang baru. Salah satu potensi magnet perekonomian yang dimiliki Aceh Tamiang adalah pariwisata. Potensi ini harus dioptimalkan,sehingga kedepannya banyak penduduk luar daerah yang mengunjungi daerah wisata di Aceh Tamiang. Kabupaten Aceh Tamiang juga perlu mendirikan pusat perbelanjaan yang besar dan murah. Potensi ini dimiliki Aceh Tamiang, mengingat daerah ini lebih dekat dengan medan sebagai sumber barang.

Sumber pertumbuhan ekonomi lainnya yang diperlukan Aceh Tamiang adalah melobi Universitas Samudra untuk membuka satu atau lebih fakultas yang berdomisili di Aceh Tamiang. Dengan konsep kampus terpadu, diharapkan Universitas Samudra bisa menjadi lebih besar dan bermanfaat bagi Kabupaten Aceh Tamiang.
sumber: http://www.tamiangnews.com/2019/07/membangun-perekonomian-aceh-tamiang.html

No comments:

Post a Comment

Membangun Perekonomian Aceh Tamiang


 Sumber: steemit.com

Beberapa bulan yang lalu, Masyarakat Aceh Tamiang baru saja merayakan hari jadinya 17. Tepat pada tanggal 10 April, 17 tahun lalu berdasarkan Undang Undang Republik Indonesia No 04 Tahun 2002 daerah ini resmi berdiri. Harapan percepatan pembangunan dan pemerataan kesejahteraan menjadi asa bagi penduduk Aceh Tamiang dengan berdirinya Kabupaten Aceh Tamiang.

Kekayaan alam seperti minyak bumi dan hasil perkebunan menjadi motor utama perekonomian Kabupaten Aceh Tamiang. Aceh Tamiang patut berbangga mengingat tidak semua wilayah Aceh memiliki titik-titik minyak bumi, bahkan jumlah perusahaan perkebunan kelapa sawit di daerah ini juga yang terbanyak di wilayah Provinsi Aceh. Tidak hanya perusahaan, beberapa perusahaan perkebunan juga sudah memiliki perusahaan pengolahaan sawit sendiri, sebut saja PKS Seumentok, PKS Socfind, PKS Parasawita, PKS Mopoli Raya dan masih banyak lagi pabrik lainnya.


Setelah hampir dua dekade Kabupaten Aceh Tamiang memisahkan diri, apakah kondisi perekonomian Tamiang menjadi lebih baik dibandingkan daerah induk? Pertumbuhan ekonomi selalu menjadi indikator awal kesejahteraan penduduk suatu wilayah, harapannya adalah teori trickle down effect bisa berjalan dengan baik. Trickle down effect merupakan anggapan bahwa pertumbuhan ekonomi yang besar meskipun bersumber dari perusahaan perusahaan besar, diharapakan akan tetap menetes kebawah aliran ekonominya yaitu akan berdampak pada ekonomi rakyat kecil. 

Sama dengan kondisi di Aceh Tamiang, adanya perusahaan pertamina yang ada di Kecamatan Rantau diharapkan akan berpengaruh terhadap perekonomian daerah sekitar. Kesempatan usaha  terbuka seperti warung makan dan penyediaan penginapan bagi pekerja pertamina yang berasal dari luar daerah.

Perusahaan perkebunan dan pengolahan kelapa sawit diharapkan juga mampu mendongkrak perekonomian Aceh Tamiang. Selain diharapkan mampu menghasilkan trickle down effect, perusahaan perkebunan dan kelapa sawit bisa menyerap tenaga kerja sebanyak-banyaknya bagi penduduk lokal.

Dengan dua sumber utama pertumbuhan ekonomi yang sangat diharapkan untuk menopang perekonomian Aceh Tamiang, rupanya perekonomian Kabupaten Aceh Tamiang tidak sebaik Kota Langsa dan Kabupaten Aceh Timur. Kedua daerah tersebut merupakan wilayah yang satu embrio dengan Kabupaten Aceh Tamiang. Pada Tahun 2017, berdasarkan data Badan Pusat Statistik pertumbuhan ekonomi Kabupaten Aceh Tamiang hanya 4,01 persen, angka tersebut dibawah Aceh Timur (4,12 persen) dan Langsa (4,47 persen).

Indikator lain yang mencerminkan kesejahteraan penduduk adalah Produk Domestik Regional Bruto Perkapita atau biasa disebut PDRB perkapita. Angka ini menunjukan rata-rata penerimaan kotor yang diterima setiap penduduk disuatu wilayah. PDRB Perkapita Kabupaten Aceh Tamiang pada tahun 2010 adalah 17,38 juta setiap jiwa/tahun. Angka tersebut lebih rendah dibandingkan PDRB Perkapita Kabupaten Aceh Timur sebesar 20,08 juta setiap jiwa/tahun. Sedangkan Kota Langsa sedikit diatas Aceh Tamiang dengan nilai 17,44 juta setiap jiwa/tahun.

PDRB Perkapita Aceh Tamiang terus mengalami peningkatan dan pada tahun 2017 angka PDRB Perkapita Kabupaten Aceh Tamiang sudah mencapai 22,71 juta setiap jiwa/tahun. Dengan demikian daya beli penduduk Kabupaten Aceh Tamiang selama kurun waktu 2010-2017 meningkat sekitar 5 juta. Kondisi ini jauh lebih baik dibandingkan Kabupaten Aceh Timur yang hanya meningkat 1 juta saja. Peningkatan PDRB perkapita kurun waktu 2010-2017 Kota Langsa jauh melebihi Aceh Timur dan Aceh Tamiang yaitu 9 juta yaitu dari 17,44 juta menjadi 26,48 juta.

Berdasarkan dua indikator perekonomian tersebut terlihat bahwa Kabupaten Aceh Tamiang masih dibawah bayang-bayang Kota Langsa. Hal ini cukup ironis, mengingat Kota Langsa tidak memiliki lahan yang luas untuk perkebunan dan tidak memiliki sumber minyak bumi. Lalu apa yang membuat Kota Langsa lebih baik perekonomiannya dibandingkan Kabupaten Aceh Tamiang dan Kabupaten Aceh Timur? Jawabannya adalah Kota Langsa memiliki Dua Universitas besar di regional daerah timur Aceh yaitu Universitas Samudra dan IAIN Cot Kala. Dua universitas negeri dan beberapa universitas swasta sudah cukup menghidupkan perekonomian Kota Langsa. Dengan adanya universitas, warung kopi dan warung makan di Kota Langsa menjadi lebih hidup dibandingkan Kabupaten Aceh Timur dan Kabupaten Aceh Tamiang. Penyediaan jasa indekos juga laris, mengingat mahasiswa Universitas di Kota Langsa sudah banyak yang berasal dari luar kota.

Geliat perekonomian Kota Langsa yang disokong adanya Universitas juga akan segera dilengkapi dengan adanya pusat perbelanjaan. Meskipun belum selesai dibangun, pusat perbelanjaan yang biasa disebut Langsa Town Square (Latos) akan menjadi ancaman tersendiri bagi Kabupaten Aceh Tamiang dan Kabupaten Aceh Timur. Jika sudah selesai dibangun, Latos bakalan menarik lebih banyak lagi penduduk Aceh Tamiang dan Aceh Timur untuk berbelanja di Kota Langsa. Jika hal tersebut terjadi, perekonomian Kota Langsa akan jauh meninggalkan dua saudaranya yaitu Aceh Tamiang dan Aceh Timur.

Untuk membangun perekonomian Aceh Tamiang yang lebih baik lagi, maka segenap Pemerintah Daerah dan Masyarakat Aceh Tamiang harus membangun magnet perekonomian yang baru. Salah satu potensi magnet perekonomian yang dimiliki Aceh Tamiang adalah pariwisata. Potensi ini harus dioptimalkan,sehingga kedepannya banyak penduduk luar daerah yang mengunjungi daerah wisata di Aceh Tamiang. Kabupaten Aceh Tamiang juga perlu mendirikan pusat perbelanjaan yang besar dan murah. Potensi ini dimiliki Aceh Tamiang, mengingat daerah ini lebih dekat dengan medan sebagai sumber barang.

Sumber pertumbuhan ekonomi lainnya yang diperlukan Aceh Tamiang adalah melobi Universitas Samudra untuk membuka satu atau lebih fakultas yang berdomisili di Aceh Tamiang. Dengan konsep kampus terpadu, diharapkan Universitas Samudra bisa menjadi lebih besar dan bermanfaat bagi Kabupaten Aceh Tamiang.
sumber: http://www.tamiangnews.com/2019/07/membangun-perekonomian-aceh-tamiang.html

No comments:

Post a Comment