Kenaikan
harga barang sering diikuti dengan keluh kesah masyarakat dan yang lebih
ekstrimnya lagi disertai dengan demonstrasi. Padahal kenaikan harga merupakan
cerminan kenaikan kesejahteraan penduduk. Indikator yang biasa digunakan untuk
melihat kenaikan harga secara umum adalah angka inflasi.
Penduduk
yang bekerja disektor perdagangan maupun produsen apapun itu, akan menikmati
dampak kenaikan harga. Bagi para produsen dan pedagang, kenaikan harga bisa disama
artikan dengan naik gaji bagi para pegawai. Semakin tinggi kenaikan harga, maka
semakin sejahtera para pedagang dan produsen barang dan jasa disuatu wilayah.
Namun para ahli sepakat bahwa kenaikan angka inflasi sebaiknya tidak lebih dari
10 persen (inflasi ringan).
Baru-baru
ini Badan Pusat Statistik (BPS) merilis inflasi tahun kalender 2018 sebesar
3,13 persen. Secara khusus, harga bahan makanan selama tahun 2018 naik sebesar
3,41 persen, artinya sesuai dengan konsep yang sudah kita bahas pada paragraf
sebelumnya, kenaikan harga bahan makanan sebesar 3,41 persen dinikmati oleh
para produsen dan pedagang bahan makanan. Sedangkan harga makanan jadi,
minuman, rokok dan tembakau naik sebesar 3,91 persen. Kenaikan kelompok ini
menjadi yang tertinggi dibandingkan kelompok komoditas lainnya.
Kelompok
perumahan, air dan listrik naik sebesar 2,43 persen sepanjang tahun 2018.
Kenaikan kelompok ini menjadi yang terkecil jika dibandingkan kelompok
komoditas lainnya. Hal ini menjadi prestasi sendiri bagi Tim Pengendali Inflasi
Daerah (TPID) karena mampu menekan kenaikan kelompok komoditas ini. Mengingat
kelompok komoditas ini adalah kebutuhan pokok yang harus dipenuhi oleh suatu
keluarga. Seperti pembahasan beberapa waktu yang lalu dimana menurut Mutayo
Saroh yang dimuat di tirto.id bahwa anak muda di Yogyakarta terancam menjadi
tunawisma akibat mahalnya harga rumah. Dalam artikel tersebut, Mutayo Saroh
menghitung dengan upah minimum yang ada di Yogyakarta dibandingkan dengan harga
rumah maka disimpulkan bahwa pemuda Yogyakarta menabung sampai meninggal
tabungannya tidak bakalan cukup untuk membeli rumah. Namun keadaan tersebut
akan bisa diperbaiki jika inflasi pada kelompok perumahan, air dan listrik bisa
dikendalikan. Jika diperlukan sebaiknya kenaikan inflasi pada kelompok ini bisa
ditekan sampai dibawah 1,5 persen.
Beranjak
kelompok lainnya yaitu kelompok komoditas sandang yang meningkat sebesar 3,59
persen. Kemudian untuk kelompok jasa kesehatan meningkat sebesar 3,14 persen,
kelompok jasa pendidikan meningkat sebesar 3,15 persen dan kelompok jasa
transportasi meningkat sebesar 3,16 persen.
Jika
para pedagang dan produsen merasakan berkah dengan adanya inflasi, maka
sejatinya yang merasakan dampak buruk adanya inflasi adalah para pegawai BUMN,
Pegawai Negeri Sipil, pegawai swasta dan para pekerja bebas. Sedangkan penduduk
yang sudah memiliki usaha, tinggal mengatur harga barang dan jasa yang
ditawarkan sesuai dengan kenaikan harga barang dan jasa produsen lainnya.
Berdasarkan
keadaan tahun 2018 dimana pendapatan PNS tidak ada peningkatan maka bisa kita
simpulkan tingkat kesejahteraan PNS menurun sebesar 3,14 persen. Hal ini sesuai
dengan inflasi kalender 2018 yang bernilai 3,14 persen. Sebagai tambahan
informasi bahwa berdasarkan situs bkn.go.id jumlah PNS pada tahun 2016 adalah
sebanyak 4,37 juta, dengan asumsi jumlah PNS pada tahun 2018 sama dengan tahun
2016 dan setiap PNS memiliki anggota keluarga 3 orang maka setidaknya ada
sekitar 13 juta penduduk Indonesia yang menurun tingkat kesejahteraanya
dikarenakan inflasi 3,14 persen tersebut.
Jika kondisi PNS tidak diuntungkan
dengan adanya inflasi 3,14 persen sepanjang tahun 2018, maka nasib buruh di
Indonesia bisa dianggap lebih beruntung. Menghadapi kenaikan harga secara umum
sebesar 3,14 persen, buruh di Indonesia pada tahun 2018 dibekali pemerintahan
Presiden Jokowi dengan kenaikan upah minimum sebesar 8 persen. Artinya,
kesehahteraan buruh pada tahun 2018 meningkat sesuai dengan selisih kenaikan
inflasi dengan kenaikan upah minimum yaitu sebesar 4,84 persen.
Berdasarkan data BPS pada tahun 2018
jumlah penduduk Indonesia yang berstatus buruh adalah sebanyak 44,7 juta jiwa. Dengan asumsi masing-masing buruh
memiliki anggota keluarga 3 orang maka kenaikan kesejehteraan buruh bisa
dirasakan hampir 180 juta jiwa.
Berdasarkan uraian berbagai sudut
pandang terlihat bahwa inflasi yang terjadi pada tahun 2018 sebesar 3,14 secara
nyata mengganggu tingkat kesejahteraan PNS (4,37 juta jiwa) atau sekitar 13
juta jiwa jika dihitung dengan anggota keluarganya. Sedangkan sisanya, para
buruh, para pedagang dan produsen barang jasa cukup nyaman dengan keadaan
inflasi ini.
No comments:
Post a Comment