Wednesday, December 19, 2018

Kinerja Pembangunan Desa Era Presiden Jokowi

Gambar : http://www.keuangandesa.com


Pembangunan dianggap lebih efektif jika dimotori langsung oleh wilayah administrasi terkecil, dalam hal ini adalah desa. 

Seperti kita ketahui bersama bahwa sejak era reformasi, anggaran pembangunan sudah dilimpahkan dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah. Hampir 20 tahun beralu, pembangunan dirasakan belum menyentuh kemasyarakat. Untuk itulah banyak suara agar pemerintah desa memiliki anggaran sendiri agar pembangunan lebih cepat dan mengena kepada masyarakat.

Dana Desa resmi ditetapkan pemerintah melalui Peraturan Pemerintah No 60 Tahun 2014 yang ditandatangani Presiden SBY kurang lebih 3 bulan sebelum serah terima jabatan antara SBY dengan Jokowi. Pada waktu itu, Dana Desa dicanangkan akan diluncurkan mulai Tahun 2015.

Presiden Jokowi sebagai nakhkoda baru Indonesia rupanya tidak menyia-nyiakan PP No 60 Tahun 2014 yang sudah di terbitkan Pemerintahan SBY, Dana Desa selain sebagai program jangka panjang pemerintah rupanya sejalan dengan program yang dicanangkan pemerintahan baru pimpinan Presiden Jokowi. Pada akhirnya Dana Desa resmi dicairkan Tahun 2015 dan konsisten sampai dengan Tahun 2018 ini. Rata-rata setiap desa mendapatkan Dana Desa kurang lebih 1 Milliar Rupiah. Jumlah yang diterima setiap desa berbeda, hal ini mungkin mempertimbangkan luas desa dan jumlah penduduk desa tersebut.

Besarnya Dana Desa yang diterima Pemerintah Desa dikhawatirkan banyak pihak terjadi penyelewengan, selain kemampuan desa perihal administrasi keuangan yang belum siap juga dikhawatirkan akan menciptakan raja-raja kecil. Kekhawatiran tersebut ternyata benar adanya. Dikutip dari Kompas.com, menurut ICW terdapat 181 kasus korupsi Dana Desa yang berpotensi merugikan Negara mencapai 40 Milliar Rupiah selama digulirkannya Dana Desa sampai dengan Tahun 2018.

Pertanyaan besar selanjutnya adalah perihal hasil pembangunan Desa dengan adanya gelontoran dana yang cukup besar itu, tercatat Pemerintah Presiden Jokowi sudah menghabiskan 186 Trilliun Rupiah demi mencukupi anggaran desa setiap tahunnya. Bahkan sejak Tahun 2018 ini Presiden Jokowi meningkatkan besaran anggaran desa ini menjadi rata-rata 2 Milliar Rupiah setiap tahunnya.

Sebagai indikator keberhasilan pembangunan desa, Badan Pusat Statistik telah mengadakan pendataan Potensi Desa atau biasa disingkat PODES. Pendataan PODES dilakukan BPS terahir dilakukan Tahun 2011, 2014 dan 2018. Dengan demikian perbandingan hasil ketiga Pendataan PODES bisa menjadi barometer kesuksesan dan keefektifan adanya Dana Desa.

Tepat pada Tanggal 10 Desember 2018 Badan Pusat Statistik secara resmi merilis hasil Pendataan PODES 2018. Pendataan ini mencakup 83.931 wilayah setingkat desa, 7.232 kecamatan, dan 514 kabupaten/kota. Wilayah setingkat desa terdiri dari 75.436 desa/nagari, 8.444 kelurahan, dan 51 Unit Pelayanan Transmigrasi.

Dari segi jumlah, hasil laporan BPS menyebutkan bahwa sejak 2014-2018 jumlah desa baru sebanyak 1.741, sedangkan dalam kurun waktu 2011-2014 penambahan desa baru mencapai 3.581. Penambahan jumlah desa baru sebetulnya bisa menjadi barometer awal kemajuan suatu wilayah, mengingat syarat pemekaran desa adalah jumlah penduduk. Dengan demikian semakin banyak pemekaran desa pembangunan semakin cepat dan menyebar.

Beralih ke indikator lebih dalam yaitu Indeks Pembangunan Desa (IPD) yang sudah dihitung oleh BPS. Angka IPD pada Tahun 2018 sebesar 59,36 sedangkan IPD Tahun 2014 sebesar  55,71. Jika dilihat dari angka IPD tersebut, terlihat bahwa terdapat kenaikan sekitar 3,5 poin. Namun demikian pada dasarnya angka tersebut masih dalam kategori yang sama yaitu berkembang. Adapun pembagian kategori IPD adalah dibawah 50 masuk kategori tertinggal, 50-75 masuk kategori berkembang dan diatas 75 masuk kategori maju/mandiri. Dengan angka IPD pada tahun 2018 sebesar 59,36 bisa diartikan bahwa rata-rata desa di Indonesia masih dilevel berkembang.

Lebih khusus BPS juga menjelaskan bahwa hasil Pendataan PODES Tahun 2014 dan 2018 sedikit memberikan perbandingan keadaan desa di Indonesia pada Tahun 2014 dan 2018. Perbandingan dengan patokan desa yang sudah ada sejak tahun 2014, memberikan gambaran bahwa jumlah desa tertinggal berkurang mencapai 6.000 desa. Jika pada Tahun 2014 terdapat 19.750 desa dengan status tertinggal, maka pada Tahun 2018 desa tertinggal di Indonesia jumlahnya tinggal 13.232 desa. Selain itu desa yang masuk kategori mandiri jumlahnya juga meningkat dari 2.894 pada Tahun 2014 menjadi 5.559 desa. Jika prestasi ini bisa dipertahankan, maka bukan hal yang mustahil empat sampai delapan tahun lagi tidak adalagi desa di Indonesia yang berstatus tertinggal dan bukan tidak mungkin jika program dana desa ini terus digulirkan maka 10 tahun yang akan datang separuh desa diseluruh Indonesia sudah masuk kategori desa mandiri.

Namun demikian masih menjadi pekerjaan rumah bagi pemerintahan saat ini dan yang akan datang, siapapun presiden yang akan dipilih rakyat pada 17 April 2019 nanti perihal permasalahan pemerataan pembangunan. Presiden Jokowi selama memimpin Indonesia memang sudah cukup fokus dalam hal pembangunan di tanah Papua dengan proyek pembangunan Trans Papua yang panjangnya diproyeksi mencapai 4.000 km. Akan tetapi pembangunan Trans Papua dan Dana Desa yang dikucurkan di tanah Papua rupanya belum siginifikan berpengaruh terhadap pembangunan di tanah Papua. Hal ini terlihat dari IPD Provinsi Papua dan Papua Barat kompak dengan angka dibawah 50 yang artinya desa-desa dikedua daerah ini masih berstatus tertinggal. Bahkan angka IPD sebesar 34,67 untuk Provinsi Papua dan 38,15 untuk Provinsi Papua Barat pada Tahun 2018 angkanya terpaut jauh jika dibandingkan provinsi lain. Sebagai contoh adalah Provinsi DIY yang angka IPDnya mencapai 71,25.

Provinsi lain dengan angka IPD dibawah 50 selain Papua dan Papua Barat adalah Provinsi Kalimantan Utara saja. Sejatinya Provinsi NTT, Provinsi Maluku dan Provinsi Maluku Utara pada Tahun 2014 angka IPDnya masih dibawah 50, namun ketiga provinsi tersebut mampu terangkat statusnya dengan kinerjanya selama 4 tahun terakhir.

Dengan indikator-indikator yang sudah dirilis BPS secara umum bisa kita simpulkan bahwa Dana Desa yang sudah dikucurkan Pemerintah Pusat sudah mampu memberikan hasil yang nyata. Namun untuk beberapa provinsi diwilayah timur masih membutuhkan kerja keras bagi pemerintah pusat dan daerah agar hasil dari pembangunan diwilayah timur lebih mengena kepada masyarakat.

#dimuat di Koran Sindo edisi 19 Desember 2018 



1 comment:

  1. MENJADI KAYA HANYA DALAM WAKTU SEHARI?? AYO GABUNG BERSAMA KAMI, JACKPOT RATUSAN JUTA SETIAP HARINYA HANYA DENGAN MODAL 10RB!! DENGAN 10RB ANDA DAPAT MENIKMATI BERBAGAI JENIS PERMAINAN DENGAN NILAI JACKPOT YANG MENGGIURKAN ANDA.

    8 PERMAINAN DALAM 1 USER ID :
    *ADU Q
    *BANDAR POKER
    *BANDAR Q
    *CAPSA SUSUN
    *DOMINO 99
    *POKER ONLINE
    *SAKONG
    *BANDAR 66 (NEW)

    HUBUNGI KAMI :
    WA: 0812.2222.996
    BBM : PKRVITA1 (HURUF BESAR)
    Wechat: pokervitaofficial
    Line: vitapoker

    ReplyDelete

Kinerja Pembangunan Desa Era Presiden Jokowi

Gambar : http://www.keuangandesa.com


Pembangunan dianggap lebih efektif jika dimotori langsung oleh wilayah administrasi terkecil, dalam hal ini adalah desa. 

Seperti kita ketahui bersama bahwa sejak era reformasi, anggaran pembangunan sudah dilimpahkan dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah. Hampir 20 tahun beralu, pembangunan dirasakan belum menyentuh kemasyarakat. Untuk itulah banyak suara agar pemerintah desa memiliki anggaran sendiri agar pembangunan lebih cepat dan mengena kepada masyarakat.

Dana Desa resmi ditetapkan pemerintah melalui Peraturan Pemerintah No 60 Tahun 2014 yang ditandatangani Presiden SBY kurang lebih 3 bulan sebelum serah terima jabatan antara SBY dengan Jokowi. Pada waktu itu, Dana Desa dicanangkan akan diluncurkan mulai Tahun 2015.

Presiden Jokowi sebagai nakhkoda baru Indonesia rupanya tidak menyia-nyiakan PP No 60 Tahun 2014 yang sudah di terbitkan Pemerintahan SBY, Dana Desa selain sebagai program jangka panjang pemerintah rupanya sejalan dengan program yang dicanangkan pemerintahan baru pimpinan Presiden Jokowi. Pada akhirnya Dana Desa resmi dicairkan Tahun 2015 dan konsisten sampai dengan Tahun 2018 ini. Rata-rata setiap desa mendapatkan Dana Desa kurang lebih 1 Milliar Rupiah. Jumlah yang diterima setiap desa berbeda, hal ini mungkin mempertimbangkan luas desa dan jumlah penduduk desa tersebut.

Besarnya Dana Desa yang diterima Pemerintah Desa dikhawatirkan banyak pihak terjadi penyelewengan, selain kemampuan desa perihal administrasi keuangan yang belum siap juga dikhawatirkan akan menciptakan raja-raja kecil. Kekhawatiran tersebut ternyata benar adanya. Dikutip dari Kompas.com, menurut ICW terdapat 181 kasus korupsi Dana Desa yang berpotensi merugikan Negara mencapai 40 Milliar Rupiah selama digulirkannya Dana Desa sampai dengan Tahun 2018.

Pertanyaan besar selanjutnya adalah perihal hasil pembangunan Desa dengan adanya gelontoran dana yang cukup besar itu, tercatat Pemerintah Presiden Jokowi sudah menghabiskan 186 Trilliun Rupiah demi mencukupi anggaran desa setiap tahunnya. Bahkan sejak Tahun 2018 ini Presiden Jokowi meningkatkan besaran anggaran desa ini menjadi rata-rata 2 Milliar Rupiah setiap tahunnya.

Sebagai indikator keberhasilan pembangunan desa, Badan Pusat Statistik telah mengadakan pendataan Potensi Desa atau biasa disingkat PODES. Pendataan PODES dilakukan BPS terahir dilakukan Tahun 2011, 2014 dan 2018. Dengan demikian perbandingan hasil ketiga Pendataan PODES bisa menjadi barometer kesuksesan dan keefektifan adanya Dana Desa.

Tepat pada Tanggal 10 Desember 2018 Badan Pusat Statistik secara resmi merilis hasil Pendataan PODES 2018. Pendataan ini mencakup 83.931 wilayah setingkat desa, 7.232 kecamatan, dan 514 kabupaten/kota. Wilayah setingkat desa terdiri dari 75.436 desa/nagari, 8.444 kelurahan, dan 51 Unit Pelayanan Transmigrasi.

Dari segi jumlah, hasil laporan BPS menyebutkan bahwa sejak 2014-2018 jumlah desa baru sebanyak 1.741, sedangkan dalam kurun waktu 2011-2014 penambahan desa baru mencapai 3.581. Penambahan jumlah desa baru sebetulnya bisa menjadi barometer awal kemajuan suatu wilayah, mengingat syarat pemekaran desa adalah jumlah penduduk. Dengan demikian semakin banyak pemekaran desa pembangunan semakin cepat dan menyebar.

Beralih ke indikator lebih dalam yaitu Indeks Pembangunan Desa (IPD) yang sudah dihitung oleh BPS. Angka IPD pada Tahun 2018 sebesar 59,36 sedangkan IPD Tahun 2014 sebesar  55,71. Jika dilihat dari angka IPD tersebut, terlihat bahwa terdapat kenaikan sekitar 3,5 poin. Namun demikian pada dasarnya angka tersebut masih dalam kategori yang sama yaitu berkembang. Adapun pembagian kategori IPD adalah dibawah 50 masuk kategori tertinggal, 50-75 masuk kategori berkembang dan diatas 75 masuk kategori maju/mandiri. Dengan angka IPD pada tahun 2018 sebesar 59,36 bisa diartikan bahwa rata-rata desa di Indonesia masih dilevel berkembang.

Lebih khusus BPS juga menjelaskan bahwa hasil Pendataan PODES Tahun 2014 dan 2018 sedikit memberikan perbandingan keadaan desa di Indonesia pada Tahun 2014 dan 2018. Perbandingan dengan patokan desa yang sudah ada sejak tahun 2014, memberikan gambaran bahwa jumlah desa tertinggal berkurang mencapai 6.000 desa. Jika pada Tahun 2014 terdapat 19.750 desa dengan status tertinggal, maka pada Tahun 2018 desa tertinggal di Indonesia jumlahnya tinggal 13.232 desa. Selain itu desa yang masuk kategori mandiri jumlahnya juga meningkat dari 2.894 pada Tahun 2014 menjadi 5.559 desa. Jika prestasi ini bisa dipertahankan, maka bukan hal yang mustahil empat sampai delapan tahun lagi tidak adalagi desa di Indonesia yang berstatus tertinggal dan bukan tidak mungkin jika program dana desa ini terus digulirkan maka 10 tahun yang akan datang separuh desa diseluruh Indonesia sudah masuk kategori desa mandiri.

Namun demikian masih menjadi pekerjaan rumah bagi pemerintahan saat ini dan yang akan datang, siapapun presiden yang akan dipilih rakyat pada 17 April 2019 nanti perihal permasalahan pemerataan pembangunan. Presiden Jokowi selama memimpin Indonesia memang sudah cukup fokus dalam hal pembangunan di tanah Papua dengan proyek pembangunan Trans Papua yang panjangnya diproyeksi mencapai 4.000 km. Akan tetapi pembangunan Trans Papua dan Dana Desa yang dikucurkan di tanah Papua rupanya belum siginifikan berpengaruh terhadap pembangunan di tanah Papua. Hal ini terlihat dari IPD Provinsi Papua dan Papua Barat kompak dengan angka dibawah 50 yang artinya desa-desa dikedua daerah ini masih berstatus tertinggal. Bahkan angka IPD sebesar 34,67 untuk Provinsi Papua dan 38,15 untuk Provinsi Papua Barat pada Tahun 2018 angkanya terpaut jauh jika dibandingkan provinsi lain. Sebagai contoh adalah Provinsi DIY yang angka IPDnya mencapai 71,25.

Provinsi lain dengan angka IPD dibawah 50 selain Papua dan Papua Barat adalah Provinsi Kalimantan Utara saja. Sejatinya Provinsi NTT, Provinsi Maluku dan Provinsi Maluku Utara pada Tahun 2014 angka IPDnya masih dibawah 50, namun ketiga provinsi tersebut mampu terangkat statusnya dengan kinerjanya selama 4 tahun terakhir.

Dengan indikator-indikator yang sudah dirilis BPS secara umum bisa kita simpulkan bahwa Dana Desa yang sudah dikucurkan Pemerintah Pusat sudah mampu memberikan hasil yang nyata. Namun untuk beberapa provinsi diwilayah timur masih membutuhkan kerja keras bagi pemerintah pusat dan daerah agar hasil dari pembangunan diwilayah timur lebih mengena kepada masyarakat.

#dimuat di Koran Sindo edisi 19 Desember 2018 



1 comment:

  1. MENJADI KAYA HANYA DALAM WAKTU SEHARI?? AYO GABUNG BERSAMA KAMI, JACKPOT RATUSAN JUTA SETIAP HARINYA HANYA DENGAN MODAL 10RB!! DENGAN 10RB ANDA DAPAT MENIKMATI BERBAGAI JENIS PERMAINAN DENGAN NILAI JACKPOT YANG MENGGIURKAN ANDA.

    8 PERMAINAN DALAM 1 USER ID :
    *ADU Q
    *BANDAR POKER
    *BANDAR Q
    *CAPSA SUSUN
    *DOMINO 99
    *POKER ONLINE
    *SAKONG
    *BANDAR 66 (NEW)

    HUBUNGI KAMI :
    WA: 0812.2222.996
    BBM : PKRVITA1 (HURUF BESAR)
    Wechat: pokervitaofficial
    Line: vitapoker

    ReplyDelete