Belakangan
ini Menteri Perhubungan mengeluarkan peraturan mengenai transportasi berbasis online. Peraturan ini timbul akibat
banyaknya penolakan dari berbagai daerah dengan adanya transportasi berbasis online, termasuk Provinsi Aceh.
Transportasi berbasis online dianggap
illegal oleh moda transportasi lain seperti ojek konvensional, angkot dan moda
angkutan lainnya. Selain itu transportasi online
dianggap melanggar batas bawah tarif yang sudah ditentukan oleh pemerintah. Hal
yang lebih mengejutkan lagi adalah hasil rillis pertumbuhan Ekonomi Aceh pada
tanggal 6 November 2017 lalu menunjukan bahwa sektor transportasi dan
pergudangan nilainya menurun yaitu dari 2.54 trilliun rupiah (triwulan 2 tahun
2017) menjadi 2.52 trilliun rupiah (triwulan 3 tahun 2017).
Menurunnya
nilai tambah Sektor Transportasi Dan Pergudangan Aceh sekitar 200 juta rupiah memang
menjadi fenomena anomali munculnya transportasi berbasis online di Provinsi Aceh awal kuartal ketiga tahun 2017 ini. Transportasi
berbasis online hadir dengan
menawarkan kejelasan tarif bahkan cenderung murah jika dibandingkan
transportasi konvensional. Murahnya tarif yang ditawarkan transportasi berbasis
online seharusnya mampu mendongkrak
minat masyarakat untuk lebih menyukai transportasi umum dibandingkan pribadi.
Sehingga pada akhirnya bisa meningkatkan nilai tambah pada Sektor Transportasi
dan Pergudangan.
Namun penurunan nilai tambah Sektor
Transportasi harus menjadi warning
awal pemerintah Aceh, mencari solusi terbaik bagi semua pihak. Kita tidak
menginginkan moda transportasi lain seperti labi-labi, becak konvensional dan
ojek konvensional hilang ditelan bumi begitu saja akibat kalah bersaing dengan
transportasi berbasis online dimasa
mendatang.
Jika ingin
maju, kita harus menyikapi perubahan zaman dengan bijak. Hal ini mengingatkan kita
kembali hegemoni merek dagang telepon seluler diawal era millennium yaitu
Nokia, yang mampu menguasai perdagangan telepon seluler bertahun-tahun. Namun seiring dengan berjalannya waktu,
lambat laun pangsa pasar Nokia mulai dikudeta merek dagang lain seperti Blackberry dan Iphone yang menawarkan fasilitas jauh lebih menarik dibandingkan
dengan sang incumbent. Setelah hampir
satu decade merek dagang Nokia menguasai pangsa pasar Indonesia, akhirnya pada
tahun 2013 Nokia secara resmi diakuisisi Microsoft
dan pada tahun 2014 merek dagang Nokia mulai dihilangkan dari pasaran. Singkat
cerita kehancuran Nokia dimulai dari keengganan manajemen untuk mengikuti
perubahan zaman dan tetap percaya diri dengan sistem operasi Symbian. Padahal para pesaingnya terus
melakukan inovasi dan terus melangkah jauh meninggalkan Nokia dengan teknologi
terbarunya yaitu system operasi android yang masih menguasai pangsa pasar
Indonesia sampai dengan tahun 2017 ini. Seandainya saja sampai dengan tahun 2017 ini kita masih
menggandrungi sistem operasi Symbian, maka aplikasi seperti Whatsapp, Line,
Toko-toko online dan aplikasi startup
lainnya hanya menjadi bahan obrolan anak-anak yang kuliah dijurusan teknik informatika
dan tentu saja aktifitas e-commerce
tidak sebesar saat ini.
Sama halnya dengan kasus telephone seluler, sektor transportasipun harus mau berubah. Kini
Indonesia sudah memasuki zaman digital. Transportasi konvensional harus mampu
berinovasi memberikan pelayan lebih kepada pelanggan. Inovasi-inovasi yang
paling penting untuk dibenahi oleh transportasi konvensional terutama ojek dan
becak adalah tarif yang wajar. Sudah menjadi rahasia umum bahwa masyarakat
sangat mengeluhkan tarif yang ditawarkan ojek dan becak konvensional di Banda
Aceh yang dikenal seenak perutnya sendiri. Dengan adanya persaingan yang sehat
antara transportasi konvensional dan transportasi berbasis online diharapkan mampu memberikan kenyamanan bagi para pelanggan.
Sedangkan harapan dari pemerintah tentunya keberadaan transportasi berbasis online bukan menjadi faktor pemicu
penurunan pertumbuhan ekonomi untuk sektor transportasi, namun sebaliknya bisa
menjadi pendorong tumbuhnya perekonomian Aceh.
No comments:
Post a Comment