Friday, July 20, 2018

Mewaspadai Liberalisasi Transportasi Online?



Belakangan ini Menteri Perhubungan mengeluarkan peraturan mengenai transportasi berbasis online. Peraturan ini timbul akibat banyaknya penolakan dari berbagai daerah dengan adanya transportasi berbasis online, termasuk Provinsi Aceh. Transportasi berbasis online dianggap illegal oleh moda transportasi lain seperti ojek konvensional, angkot dan moda angkutan lainnya. Selain itu transportasi online dianggap melanggar batas bawah tarif yang sudah ditentukan oleh pemerintah. Hal yang lebih mengejutkan lagi adalah hasil rillis pertumbuhan Ekonomi Aceh pada tanggal 6 November 2017 lalu menunjukan bahwa sektor transportasi dan pergudangan nilainya menurun yaitu dari 2.54 trilliun rupiah (triwulan 2 tahun 2017) menjadi 2.52 trilliun rupiah (triwulan 3 tahun 2017).

Menurunnya nilai tambah Sektor Transportasi Dan Pergudangan Aceh sekitar 200 juta rupiah memang menjadi fenomena anomali munculnya transportasi berbasis online di Provinsi Aceh awal kuartal ketiga tahun 2017 ini. Transportasi berbasis online hadir dengan menawarkan kejelasan tarif bahkan cenderung murah jika dibandingkan transportasi konvensional. Murahnya tarif yang ditawarkan transportasi berbasis online seharusnya mampu mendongkrak minat masyarakat untuk lebih menyukai transportasi umum dibandingkan pribadi. Sehingga pada akhirnya bisa meningkatkan nilai tambah pada Sektor Transportasi dan Pergudangan.
 Namun penurunan nilai tambah Sektor Transportasi harus menjadi warning awal pemerintah Aceh, mencari solusi terbaik bagi semua pihak. Kita tidak menginginkan moda transportasi lain seperti labi-labi, becak konvensional dan ojek konvensional hilang ditelan bumi begitu saja akibat kalah bersaing dengan transportasi berbasis online dimasa mendatang.

Jika ingin maju, kita harus menyikapi perubahan zaman dengan bijak. Hal ini mengingatkan kita kembali hegemoni merek dagang telepon seluler diawal era millennium yaitu Nokia, yang mampu menguasai perdagangan telepon seluler bertahun-tahun. Namun seiring dengan berjalannya waktu, lambat laun pangsa pasar Nokia mulai dikudeta merek dagang lain seperti Blackberry dan Iphone yang menawarkan fasilitas jauh lebih menarik dibandingkan dengan sang incumbent. Setelah hampir satu decade merek dagang Nokia menguasai pangsa pasar Indonesia, akhirnya pada tahun 2013 Nokia secara resmi diakuisisi Microsoft dan pada tahun 2014 merek dagang Nokia mulai dihilangkan dari pasaran. Singkat cerita kehancuran Nokia dimulai dari keengganan manajemen untuk mengikuti perubahan zaman dan tetap percaya diri dengan sistem operasi Symbian. Padahal para pesaingnya terus melakukan inovasi dan terus melangkah jauh meninggalkan Nokia dengan teknologi terbarunya yaitu system operasi android yang masih menguasai pangsa pasar Indonesia sampai dengan tahun 2017 ini. Seandainya saja sampai dengan tahun 2017 ini kita masih menggandrungi sistem operasi Symbian, maka aplikasi seperti Whatsapp, Line, Toko-toko online dan aplikasi startup lainnya hanya menjadi bahan obrolan anak-anak yang kuliah dijurusan teknik informatika dan tentu saja aktifitas e-commerce tidak sebesar saat ini.

Sama halnya dengan kasus telephone seluler, sektor transportasipun harus mau berubah. Kini Indonesia sudah memasuki zaman digital. Transportasi konvensional harus mampu berinovasi memberikan pelayan lebih kepada pelanggan. Inovasi-inovasi yang paling penting untuk dibenahi oleh transportasi konvensional terutama ojek dan becak adalah tarif yang wajar. Sudah menjadi rahasia umum bahwa masyarakat sangat mengeluhkan tarif yang ditawarkan ojek dan becak konvensional di Banda Aceh yang dikenal seenak perutnya sendiri. Dengan adanya persaingan yang sehat antara transportasi konvensional dan transportasi berbasis online diharapkan mampu memberikan kenyamanan bagi para pelanggan. Sedangkan harapan dari pemerintah tentunya keberadaan transportasi berbasis online bukan menjadi faktor pemicu penurunan pertumbuhan ekonomi untuk sektor transportasi, namun sebaliknya bisa menjadi pendorong tumbuhnya perekonomian Aceh.

Selain itu tentunya transportasi Online di Provinsi Aceh harus mematuhi permenhub no 108 tahun 2017 tentang Penyelenggaraan Angkutan Orang dengan Kendaraan Bermotor Umum Tidak Dalam Trayek. Peraturan ini berlaku sejak 1 November 2017. Dikutip dari halaman tempo, ada sembilan substansi yang diatur dalam Peraturan Menteri Perhubungan tersebut. Selain tarif dan kuota, ketentuan ini juga mengatur argometer taksi, wilayah operasi, persyaratan minimal lima kendaraan, bukti kepemilikan kendaraan bermotor (BPKB), domisili tanda nomor kendaraan bermotor (TNKB), sertifikat registrasi uji tipe (SRUT), serta peran aplikator. Dengan peraturan tersebut semoga bisa menjadi solusi permasalahan transportasi berbasis online didunia transportasi Indonesia.

No comments:

Post a Comment

Mewaspadai Liberalisasi Transportasi Online?



Belakangan ini Menteri Perhubungan mengeluarkan peraturan mengenai transportasi berbasis online. Peraturan ini timbul akibat banyaknya penolakan dari berbagai daerah dengan adanya transportasi berbasis online, termasuk Provinsi Aceh. Transportasi berbasis online dianggap illegal oleh moda transportasi lain seperti ojek konvensional, angkot dan moda angkutan lainnya. Selain itu transportasi online dianggap melanggar batas bawah tarif yang sudah ditentukan oleh pemerintah. Hal yang lebih mengejutkan lagi adalah hasil rillis pertumbuhan Ekonomi Aceh pada tanggal 6 November 2017 lalu menunjukan bahwa sektor transportasi dan pergudangan nilainya menurun yaitu dari 2.54 trilliun rupiah (triwulan 2 tahun 2017) menjadi 2.52 trilliun rupiah (triwulan 3 tahun 2017).

Menurunnya nilai tambah Sektor Transportasi Dan Pergudangan Aceh sekitar 200 juta rupiah memang menjadi fenomena anomali munculnya transportasi berbasis online di Provinsi Aceh awal kuartal ketiga tahun 2017 ini. Transportasi berbasis online hadir dengan menawarkan kejelasan tarif bahkan cenderung murah jika dibandingkan transportasi konvensional. Murahnya tarif yang ditawarkan transportasi berbasis online seharusnya mampu mendongkrak minat masyarakat untuk lebih menyukai transportasi umum dibandingkan pribadi. Sehingga pada akhirnya bisa meningkatkan nilai tambah pada Sektor Transportasi dan Pergudangan.
 Namun penurunan nilai tambah Sektor Transportasi harus menjadi warning awal pemerintah Aceh, mencari solusi terbaik bagi semua pihak. Kita tidak menginginkan moda transportasi lain seperti labi-labi, becak konvensional dan ojek konvensional hilang ditelan bumi begitu saja akibat kalah bersaing dengan transportasi berbasis online dimasa mendatang.

Jika ingin maju, kita harus menyikapi perubahan zaman dengan bijak. Hal ini mengingatkan kita kembali hegemoni merek dagang telepon seluler diawal era millennium yaitu Nokia, yang mampu menguasai perdagangan telepon seluler bertahun-tahun. Namun seiring dengan berjalannya waktu, lambat laun pangsa pasar Nokia mulai dikudeta merek dagang lain seperti Blackberry dan Iphone yang menawarkan fasilitas jauh lebih menarik dibandingkan dengan sang incumbent. Setelah hampir satu decade merek dagang Nokia menguasai pangsa pasar Indonesia, akhirnya pada tahun 2013 Nokia secara resmi diakuisisi Microsoft dan pada tahun 2014 merek dagang Nokia mulai dihilangkan dari pasaran. Singkat cerita kehancuran Nokia dimulai dari keengganan manajemen untuk mengikuti perubahan zaman dan tetap percaya diri dengan sistem operasi Symbian. Padahal para pesaingnya terus melakukan inovasi dan terus melangkah jauh meninggalkan Nokia dengan teknologi terbarunya yaitu system operasi android yang masih menguasai pangsa pasar Indonesia sampai dengan tahun 2017 ini. Seandainya saja sampai dengan tahun 2017 ini kita masih menggandrungi sistem operasi Symbian, maka aplikasi seperti Whatsapp, Line, Toko-toko online dan aplikasi startup lainnya hanya menjadi bahan obrolan anak-anak yang kuliah dijurusan teknik informatika dan tentu saja aktifitas e-commerce tidak sebesar saat ini.

Sama halnya dengan kasus telephone seluler, sektor transportasipun harus mau berubah. Kini Indonesia sudah memasuki zaman digital. Transportasi konvensional harus mampu berinovasi memberikan pelayan lebih kepada pelanggan. Inovasi-inovasi yang paling penting untuk dibenahi oleh transportasi konvensional terutama ojek dan becak adalah tarif yang wajar. Sudah menjadi rahasia umum bahwa masyarakat sangat mengeluhkan tarif yang ditawarkan ojek dan becak konvensional di Banda Aceh yang dikenal seenak perutnya sendiri. Dengan adanya persaingan yang sehat antara transportasi konvensional dan transportasi berbasis online diharapkan mampu memberikan kenyamanan bagi para pelanggan. Sedangkan harapan dari pemerintah tentunya keberadaan transportasi berbasis online bukan menjadi faktor pemicu penurunan pertumbuhan ekonomi untuk sektor transportasi, namun sebaliknya bisa menjadi pendorong tumbuhnya perekonomian Aceh.

Selain itu tentunya transportasi Online di Provinsi Aceh harus mematuhi permenhub no 108 tahun 2017 tentang Penyelenggaraan Angkutan Orang dengan Kendaraan Bermotor Umum Tidak Dalam Trayek. Peraturan ini berlaku sejak 1 November 2017. Dikutip dari halaman tempo, ada sembilan substansi yang diatur dalam Peraturan Menteri Perhubungan tersebut. Selain tarif dan kuota, ketentuan ini juga mengatur argometer taksi, wilayah operasi, persyaratan minimal lima kendaraan, bukti kepemilikan kendaraan bermotor (BPKB), domisili tanda nomor kendaraan bermotor (TNKB), sertifikat registrasi uji tipe (SRUT), serta peran aplikator. Dengan peraturan tersebut semoga bisa menjadi solusi permasalahan transportasi berbasis online didunia transportasi Indonesia.

No comments:

Post a Comment