Menurut Konvensi Montevideo Tahun 1933, penduduk
merupakan salah satu unsur pembentuk suatu negara, selain luas wilayah dan Pemerintah.
Semakin banyak penduduk dengan didukung wilayah yang luas menjadi modal utama
suatu negara menjadi negara yang besar. Namun akan menjadi bumerang apabila memiliki
banyak penduduk yang tidak produktif dan berkualitas. Dengan dasar itulah pada
akhir tahun 1970 dibawah kepemimpinan Presiden Soeharto Program Keluarga
Berencana (KB) dicanangkan.
Program KB secara khusus memiliki tujuan meningkatkan
jumlah penduduk usia subur menggunakan alat kontrasepsi dan menurunkan angka
kelahiran bayi. Asumsi awal dari program KB adalah membentuk keluarga kecil
bahagia yaitu dengan dua anak cukup.
Dari sudut pandang jumlah penduduk Indonesia yang menggunakan
alat kontrasepsi, bisa dikatakan Program KB yang dicanangkan Pemerintah cukup
sukses. Hal ini ditunjukan oleh data dari Badan Pusat Statistik (BPS) hasil
pendataan Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) yang menunjukkan pengguna
alat kontrasepsi mencapai 62,50 persen pada tahun 2013. Angka tersebut
meningkat jika dibandingkan tahun 2004 (56,71 persen). Data yang disajikan BPS
juga menggambarkan trend positif penggunaan alat kontrasepsi dalam kurun waktu
sepuluh tahun terakhir.
Keberhasilan banyaknya penduduk yang menggunaan alat
kontrasepsi didukung oleh sebuah data dari
BPS berupa variabel yang bernama angka fertilitas total. Angka ini memiliki
arti angka harapan seorang ibu untuk melahirkan bayi semasa hidupnya. Pada awal
tahun 1980, nilai angka fertilitas total sebesar 4,68. Sedangkan pada tahun
2012, angka fertilitas total hanya sebesar 2,6. Angka fertilitas total pada
tahun 1980 memiliki makna seorang ibu pada saat itu berpeluang melahirkan bayi
rata-rata antara 4-5 bayi, sedangkan pada tahun 2012 seorang ibu berpeluang
melahirkan bayi rata-rata hanya berkisar 2-3 bayi.
Meskipun dua data dari BPS menunjukan keberhasilan
program KB yang dicanangkan pemerintah sejak akhir tahun 1970, namun pada
kenyataanya jumlah penduduk Indonesia masih terus meningkat. Pendataan jumlah
penduduk pada tahun 1971 bertajuk Sensus Penduduk yang diadakan BPS, memberikan
hasil sebanyak 119 juta jiwa mendiami wilayah Indonesia. Selang 40 tahun,
jumlah penduduk Indonesia meledak menjadi 237 juta jiwa.
Mau tidak mau, Pemerintah harus mengakui meledaknya
jumlah penduduk disebabkan program-program yang sudah dilaksanakan pemerintah selama
ini. Sebut saja peningkatan sarana prasarana kesehatan seperti jumlah Rumah
Sakit yang terus meningkat (perlu diketahui bahwa pada tahun 1977 Indonesia
hanya memiliki 998 Rumah Sakit, sedangkan pada tahun 2012 jumlahnya mencapai
2083). Selain itu sarana prasarana seperti Puskesmas, Puskesmas Pembantu
(Pustu), Posyandu, Tenaga Medis seperti Dokter dan Bidan pada saat ini
jumlahnya lebih dari cukup jika dibandingkan pada tahun 1970an.
Peningkatan kualitas sarana dan prasarana kesehatan
menyebabkan angka kematian bayi baik pada umur dibawah satu tahun dan dibawah
lima tahun menurun. Pada tahun 1970, angka kematian bayi umur dibawah satu
tahun mencapai 145 bayi, artinya 145 bayi berpeluang mati setiap 1000 bayi yang
dilahirkan pada saat itu. Sedangkan pada tahun 2012, angka kematian bayi umur
dibawah satu tahun hanya 34 bayi.
Selain itu, kecenderungan ibu melahirkan dibantu oleh
dokter dan bidan juga semakin tinggi. Perlahan tapi pasti, kebiasaan ibu
melahirkan dibantu oleh dukun beranak mulai ditinggalkan. Dengan asumsi
melahirkan ditolong oleh dokter dan bidan lebih aman dibandingkan ditolong oleh
dukun beranak, membuat fenomena ini menjadi salah satu faktor terus
bertambahnya penduduk Indonesia.
Dengan demikian bisa kita simpulkan bahwa laju
pertumbuhan penduduk Indonesia sebetulnya sudah bisa diredam oleh pemerintah
dengan Program KB yaitu penggunaan alat kontrasepsi dan menekan angka
fertilitas total ibu. Namun disisi lain, pemerintah berhasil meningkatkan
kualitas pelayanan kesehatan terutama dalam hal persalinan yang menyebabkan
jumlah penduduk Indonesia terus meningkat.
Selama ini jumlah penduduk juga selalu menjadi
komoditas politik. Jumlah penduduk yang sedikit akan berdampak pada kecilnya
nilai Dana Alokasi Umum yang akan diterima Pemerintah Daerah. Untuk itu
Pemerintah Daerah berharap jumlah penduduknya terus bertambah. Keuntungan lain
terus bertambahnya jumlah penduduk adalah bertambahnya kursi Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah Tingkat Kabupaten. Disisi lain, Pemerintah Daerah juga terus
berharap Program KB dibawah kantor BKKBN juga bisa berjalan sukses.
Pada akhirnya, kesimpulan tulisan ini adalah Indonesia
tidak perlu takut dengan jumlah penduduk yang terus tumbuh, namun yang harus
dilakukan Pemerintah Indonesia adalah terus memacu produksi pangan untuk
memenuhi kebutuhan pangan penduduknya dan terus meningkatkan kualitas hidup
penduduk Indonesia menjadi individu yang unggul. Dengan begitu kedepannya Program
KB tidak hanya sekedar mencanangkan pembatasan kelahiran. Program-program
peningkatan kualitas manusia juga harus masuk dalam Program KB. Semoga dengan
Program KB, Indonesia bisa menjadi bangsa yang besar.
No comments:
Post a Comment