Sumber Gambar: https://kbr.id
Bulan Agustus identik dengan nuansa
kebangsaan yang kental. Semangat memperingati hari jadi ibu pertiwi menjadi
bahan bakar tersendiri bagi setiap anak bangsa. Setiap rumah berlomba-lomba
menaikan bendera merah putih. Bahkan beberapa wilayah secara swadaya memasang
lampu kelap-kelip untuk menambah suasana meriahnya Hari Ulang Tahun Kemerdekaan
Republik Indonesia.
Perlombaan-perlombaan khas setiap
daerah juga turut memeriahkan datangnya hari kemerdekaan. Balap karung, Tarik
tambang, makan kerupuk dan panjat pinang contoh perlombaan favorit yang hampir
setiap daerah mengadakannya. Tidak lupa, tarian khas kuda lumping juga marak
diadakan dimana-mana. Tarian yang menyajikan pelakunya harus kemasukan roh
halus. Para penari kuda lumping pasca kemasukan roh halus akan bertindak tidak
sewajarnya seperti memakan kaca, paku dan mengupas kepala dengan menggunakan
giginya saja.
Gambaran kemeriahan tersebut
mendadak hilang seketika dengan adanya kerusuhan yang ada di Surabaya.
Kerusuhan tersebut melibatkan mahasiswa papua, aparat keamanan dan ormas. Ujung
dari kerusuhan Surabaya adalah terlontarnya isu rasisme. Isu Rasisme dijawab
oleh masyarakat Papua menjadi gelombang kerusuhan disegala penjuru Provinsi
Papua serta Papua barat. Pembakaran dan perusakan fasilitas umum dan pertokoan
tidak terelakan. Menurut Menkopolhukam Jendral (Purn) Wiranto, kerusuhan di
Papua sudah menelan korban jiwa sebanyak 5 orang yang terdiri dari 4 warga
sipil dan 1 orang prajurit TNI.
Keceriaan di Bulan Agustus berubah
menjadi nestapa bagi ibu pertiwi. Sesama anak bangsa yang seharusnya bahu
membahu membangun negara malah terlibat saling bentrok, saling hina dan bahkan
sampai jatuh korban jiwa. Beberapa stasiun televisi bergerak cepat mengadakan acara
bincang-bincang dengan mengundang beberapa orang yang dianggap pakar.
Kesimpulan singkat acara bincang-bincang tersebut menurut hemat penulis adalah
tidak memberikan solusi praktis menyelesaikan permasalahan yang ada. Bahkan
arah perbicangan malah melenceng dari substansi permasalah inti yang sedang
terjadi yaitu isu rasisme.
Beberapa narasumber menyebutkan
bahwa kerusuhan ini wajar terjadi akibat masyarakat Papua belum menikmati
pembangunan sebagaimana pembangunan di Provinsi lain. Kesejahteraan masyarakat
Papua juga dikatakan belum baik. Pernyataan-pernyataan yang dilontarkan oleh
narasumber yang dianggap paling mengetahui kondisi masyarakat Papua membuat
penulis tergelitik untuk mengupas data-data yang berhubungan dengan
kesejahteraan penduduk. Mengingat tidak satupun narasumber yang berbicara data.
Kebanyakan narasumber dalam acara bincang di televisi hanya berbicara secara
subyektifitas pribadi saja.
Badan Pusat Statistik (BPS) sebagai
instansi pemerintah yang bertugas menyediakan data dasar rupanya memiliki
indikator tersebut. Setiap tahunnya BPS menyajikan beberapa indikator yang
berhubungan dengan kesejahteraan penduduk dalam sebuah publikasi yang berjudul
Statistik Kesejahteraan Rakyat. Publikasi ini dapat diunduh secara gratis
dihalaman resmi BPS di www.bps.go.id.
Indikator pertama yang akan kita
bahas adalah ijazah yang dimiliki penduduk berusia 15 tahun keatas. Menurut
teori human kapital, semakin tinggi Pendidikan yang dimiliki akan meningkatkan
penghasilan yang akan diraih. Data ini sangat penting untuk melihat gambaran
awal kesejahteraan masyarakat Papua. Pada tahun 2018, 14,40 persen penduduk
berusia 15 tahun keatas Provinsi Papua Barat tidak memiliki ijazah. Untuk
Provinsi Papua sebesar 38,27 persen. Sedangkan angka nasional adalah 18,02 persen.
Data yang disajikan BPS cukup mengejutkan karena memberikan gambaran yang cukup
kontras antara Provinsi Papua dan Papua Barat. Sejak memisahkan diri hampir 20
tahun yang lalu, rupanya Provinsi Papua Barat mampu membangun pendidikannya
jauh lebih baik dibandingkan provinsi induknya. Bahkan angka penduduk usia
diatas 15 tahun yang tidak memiliki ijazah Provinsi Papua Barat jauh lebih baik
dibandingkan angka nasional.
Lebih menarik lagi pada saat kita
mengetahui bahwa 11,77 persen penduduk usia diatas 15 tahun Provinsi Papua
Barat memiliki ijazah strata satu keatas. Provinsi Papua hanya 6,06 persen dan
nasional sebesar 6,48 persen. Lagi-lagi Provinsi Papua Barat jauh lebih baik
dibandingkan Provinsi Papua dan angka nasional. Berdasarkan dua indikator tersebut
bisa memberikan gambaran awal bahwa untuk Provinsi Papua Barat, modal
pembangunan pendidikannya sudah lebih baik dibandingkan provinsi lain di
Indonesia. Sedangkan Provinsi Papua masih dibawah rata-rata nasional dan tentu
saja harus bekerja keras mengejar ketertinggalan.
Indikator lain yang penting untuk
dibahas dalam artikel singkat ini adalah jaminan kesehatan yang dirasakan
mayarakat papua. Data yang disajikan BPS lagi-lagi membuat saya kaget. Sekitar
76,68 persen penduduk Provinsi Papua menggunakan jaminan kesehatan pada saat
berobat rawat jalan. Provinsi Papua Barat sebesar 66,94 persen dan angka
nasional sebesar 40,21 persen. Data ini menunjukan bahwa jaminan kesehatan yang
dirasakan masyarakat Papua dan Papua Barat secara umum jauh lebih baik
dibandingkan provinsi lain.
Beralih menengok kondisi perumahan
masyarakat Papua dan Papua barat. Pada tahun 2018, data yang disajikan BPS
menunjukan bahwa bahan bangunan lantai terluas penduduk di Papua dan Papua
barat yang masih beralaskan tanah hanya sebesar 1,47 persen dan 0,77 persen.
Sedangkan angka nasional adalah 1,99 persen. Kondisi lantai rumah di Provinsi
Papua dan Papua Barat berdasarkan data tersebut bisa disimpulkan sudah baik.
Mengingat lebih dari 90 persen sudah memiliki rumah beralaskan keramik, semen,
bata dll.
Indikator-indikator yang sudah kita
bahas praktis sudah mematahkan argumen dari para pakar yang dianggap paling mengerti
kondisi Papua. Pada kenyataanya pemerintah sangat fokus membangun daerah timur
Indonesia. Data yang tersaji juga mencerminkan hasil jerih payah pembangunan
selama ini. Tentu saja pembangunan yang sudah ada jangan sampai ternodai oleh
kerusuhan-kerusahan yang berlarut-larut. Mari bergandengan tangan untuk
membangun tanah air tercinta. Kendalikan ucapan-ucapan yang bisa berdampak pada
isu Suku, Agama, Ras dan Antar Golongan.
Indonesia tanpa Aceh bukanlah
Indonesia, Indonesia tanpa Papua bukanlah Indonesia. Karena Indonesia adalah
dari Sabang Sampai Merauke dan dari Pulau Miangas sampai Pulau Rote. Bersatulah
Indonesia. Salam hangat untuk saudara-saudara kita di Papua dan Papua Barat.
Kita semua cinta papua.
No comments:
Post a Comment