Thursday, September 26, 2019

Kesejahteraan Masyarakat Papua Dalam Angka


 Sumber Gambar: https://kbr.id

Bulan Agustus identik dengan nuansa kebangsaan yang kental. Semangat memperingati hari jadi ibu pertiwi menjadi bahan bakar tersendiri bagi setiap anak bangsa. Setiap rumah berlomba-lomba menaikan bendera merah putih. Bahkan beberapa wilayah secara swadaya memasang lampu kelap-kelip untuk menambah suasana meriahnya Hari Ulang Tahun Kemerdekaan Republik Indonesia.
Perlombaan-perlombaan khas setiap daerah juga turut memeriahkan datangnya hari kemerdekaan. Balap karung, Tarik tambang, makan kerupuk dan panjat pinang contoh perlombaan favorit yang hampir setiap daerah mengadakannya. Tidak lupa, tarian khas kuda lumping juga marak diadakan dimana-mana. Tarian yang menyajikan pelakunya harus kemasukan roh halus. Para penari kuda lumping pasca kemasukan roh halus akan bertindak tidak sewajarnya seperti memakan kaca, paku dan mengupas kepala dengan menggunakan giginya saja.

Gambaran kemeriahan tersebut mendadak hilang seketika dengan adanya kerusuhan yang ada di Surabaya. Kerusuhan tersebut melibatkan mahasiswa papua, aparat keamanan dan ormas. Ujung dari kerusuhan Surabaya adalah terlontarnya isu rasisme. Isu Rasisme dijawab oleh masyarakat Papua menjadi gelombang kerusuhan disegala penjuru Provinsi Papua serta Papua barat. Pembakaran dan perusakan fasilitas umum dan pertokoan tidak terelakan. Menurut Menkopolhukam Jendral (Purn) Wiranto, kerusuhan di Papua sudah menelan korban jiwa sebanyak 5 orang yang terdiri dari 4 warga sipil dan 1 orang prajurit TNI.
Keceriaan di Bulan Agustus berubah menjadi nestapa bagi ibu pertiwi. Sesama anak bangsa yang seharusnya bahu membahu membangun negara malah terlibat saling bentrok, saling hina dan bahkan sampai jatuh korban jiwa. Beberapa stasiun televisi bergerak cepat mengadakan acara bincang-bincang dengan mengundang beberapa orang yang dianggap pakar. Kesimpulan singkat acara bincang-bincang tersebut menurut hemat penulis adalah tidak memberikan solusi praktis menyelesaikan permasalahan yang ada. Bahkan arah perbicangan malah melenceng dari substansi permasalah inti yang sedang terjadi yaitu isu rasisme.
Beberapa narasumber menyebutkan bahwa kerusuhan ini wajar terjadi akibat masyarakat Papua belum menikmati pembangunan sebagaimana pembangunan di Provinsi lain. Kesejahteraan masyarakat Papua juga dikatakan belum baik. Pernyataan-pernyataan yang dilontarkan oleh narasumber yang dianggap paling mengetahui kondisi masyarakat Papua membuat penulis tergelitik untuk mengupas data-data yang berhubungan dengan kesejahteraan penduduk. Mengingat tidak satupun narasumber yang berbicara data. Kebanyakan narasumber dalam acara bincang di televisi hanya berbicara secara subyektifitas pribadi saja.
Badan Pusat Statistik (BPS) sebagai instansi pemerintah yang bertugas menyediakan data dasar rupanya memiliki indikator tersebut. Setiap tahunnya BPS menyajikan beberapa indikator yang berhubungan dengan kesejahteraan penduduk dalam sebuah publikasi yang berjudul Statistik Kesejahteraan Rakyat. Publikasi ini dapat diunduh secara gratis dihalaman resmi BPS di www.bps.go.id.
Indikator pertama yang akan kita bahas adalah ijazah yang dimiliki penduduk berusia 15 tahun keatas. Menurut teori human kapital, semakin tinggi Pendidikan yang dimiliki akan meningkatkan penghasilan yang akan diraih. Data ini sangat penting untuk melihat gambaran awal kesejahteraan masyarakat Papua. Pada tahun 2018, 14,40 persen penduduk berusia 15 tahun keatas Provinsi Papua Barat tidak memiliki ijazah. Untuk Provinsi Papua sebesar 38,27 persen. Sedangkan angka nasional adalah 18,02 persen. Data yang disajikan BPS cukup mengejutkan karena memberikan gambaran yang cukup kontras antara Provinsi Papua dan Papua Barat. Sejak memisahkan diri hampir 20 tahun yang lalu, rupanya Provinsi Papua Barat mampu membangun pendidikannya jauh lebih baik dibandingkan provinsi induknya. Bahkan angka penduduk usia diatas 15 tahun yang tidak memiliki ijazah Provinsi Papua Barat jauh lebih baik dibandingkan angka nasional.
Lebih menarik lagi pada saat kita mengetahui bahwa 11,77 persen penduduk usia diatas 15 tahun Provinsi Papua Barat memiliki ijazah strata satu keatas. Provinsi Papua hanya 6,06 persen dan nasional sebesar 6,48 persen. Lagi-lagi Provinsi Papua Barat jauh lebih baik dibandingkan Provinsi Papua dan angka nasional. Berdasarkan dua indikator tersebut bisa memberikan gambaran awal bahwa untuk Provinsi Papua Barat, modal pembangunan pendidikannya sudah lebih baik dibandingkan provinsi lain di Indonesia. Sedangkan Provinsi Papua masih dibawah rata-rata nasional dan tentu saja harus bekerja keras mengejar ketertinggalan.
Indikator lain yang penting untuk dibahas dalam artikel singkat ini adalah jaminan kesehatan yang dirasakan mayarakat papua. Data yang disajikan BPS lagi-lagi membuat saya kaget. Sekitar 76,68 persen penduduk Provinsi Papua menggunakan jaminan kesehatan pada saat berobat rawat jalan. Provinsi Papua Barat sebesar 66,94 persen dan angka nasional sebesar 40,21 persen. Data ini menunjukan bahwa jaminan kesehatan yang dirasakan masyarakat Papua dan Papua Barat secara umum jauh lebih baik dibandingkan provinsi lain.
Beralih menengok kondisi perumahan masyarakat Papua dan Papua barat. Pada tahun 2018, data yang disajikan BPS menunjukan bahwa bahan bangunan lantai terluas penduduk di Papua dan Papua barat yang masih beralaskan tanah hanya sebesar 1,47 persen dan 0,77 persen. Sedangkan angka nasional adalah 1,99 persen. Kondisi lantai rumah di Provinsi Papua dan Papua Barat berdasarkan data tersebut bisa disimpulkan sudah baik. Mengingat lebih dari 90 persen sudah memiliki rumah beralaskan keramik, semen, bata dll.
Indikator-indikator yang sudah kita bahas praktis sudah mematahkan argumen dari para pakar yang dianggap paling mengerti kondisi Papua. Pada kenyataanya pemerintah sangat fokus membangun daerah timur Indonesia. Data yang tersaji juga mencerminkan hasil jerih payah pembangunan selama ini. Tentu saja pembangunan yang sudah ada jangan sampai ternodai oleh kerusuhan-kerusahan yang berlarut-larut. Mari bergandengan tangan untuk membangun tanah air tercinta. Kendalikan ucapan-ucapan yang bisa berdampak pada isu Suku, Agama, Ras dan Antar Golongan.
Indonesia tanpa Aceh bukanlah Indonesia, Indonesia tanpa Papua bukanlah Indonesia. Karena Indonesia adalah dari Sabang Sampai Merauke dan dari Pulau Miangas sampai Pulau Rote. Bersatulah Indonesia. Salam hangat untuk saudara-saudara kita di Papua dan Papua Barat. Kita semua cinta papua.

No comments:

Post a Comment

Kesejahteraan Masyarakat Papua Dalam Angka


 Sumber Gambar: https://kbr.id

Bulan Agustus identik dengan nuansa kebangsaan yang kental. Semangat memperingati hari jadi ibu pertiwi menjadi bahan bakar tersendiri bagi setiap anak bangsa. Setiap rumah berlomba-lomba menaikan bendera merah putih. Bahkan beberapa wilayah secara swadaya memasang lampu kelap-kelip untuk menambah suasana meriahnya Hari Ulang Tahun Kemerdekaan Republik Indonesia.
Perlombaan-perlombaan khas setiap daerah juga turut memeriahkan datangnya hari kemerdekaan. Balap karung, Tarik tambang, makan kerupuk dan panjat pinang contoh perlombaan favorit yang hampir setiap daerah mengadakannya. Tidak lupa, tarian khas kuda lumping juga marak diadakan dimana-mana. Tarian yang menyajikan pelakunya harus kemasukan roh halus. Para penari kuda lumping pasca kemasukan roh halus akan bertindak tidak sewajarnya seperti memakan kaca, paku dan mengupas kepala dengan menggunakan giginya saja.

Gambaran kemeriahan tersebut mendadak hilang seketika dengan adanya kerusuhan yang ada di Surabaya. Kerusuhan tersebut melibatkan mahasiswa papua, aparat keamanan dan ormas. Ujung dari kerusuhan Surabaya adalah terlontarnya isu rasisme. Isu Rasisme dijawab oleh masyarakat Papua menjadi gelombang kerusuhan disegala penjuru Provinsi Papua serta Papua barat. Pembakaran dan perusakan fasilitas umum dan pertokoan tidak terelakan. Menurut Menkopolhukam Jendral (Purn) Wiranto, kerusuhan di Papua sudah menelan korban jiwa sebanyak 5 orang yang terdiri dari 4 warga sipil dan 1 orang prajurit TNI.
Keceriaan di Bulan Agustus berubah menjadi nestapa bagi ibu pertiwi. Sesama anak bangsa yang seharusnya bahu membahu membangun negara malah terlibat saling bentrok, saling hina dan bahkan sampai jatuh korban jiwa. Beberapa stasiun televisi bergerak cepat mengadakan acara bincang-bincang dengan mengundang beberapa orang yang dianggap pakar. Kesimpulan singkat acara bincang-bincang tersebut menurut hemat penulis adalah tidak memberikan solusi praktis menyelesaikan permasalahan yang ada. Bahkan arah perbicangan malah melenceng dari substansi permasalah inti yang sedang terjadi yaitu isu rasisme.
Beberapa narasumber menyebutkan bahwa kerusuhan ini wajar terjadi akibat masyarakat Papua belum menikmati pembangunan sebagaimana pembangunan di Provinsi lain. Kesejahteraan masyarakat Papua juga dikatakan belum baik. Pernyataan-pernyataan yang dilontarkan oleh narasumber yang dianggap paling mengetahui kondisi masyarakat Papua membuat penulis tergelitik untuk mengupas data-data yang berhubungan dengan kesejahteraan penduduk. Mengingat tidak satupun narasumber yang berbicara data. Kebanyakan narasumber dalam acara bincang di televisi hanya berbicara secara subyektifitas pribadi saja.
Badan Pusat Statistik (BPS) sebagai instansi pemerintah yang bertugas menyediakan data dasar rupanya memiliki indikator tersebut. Setiap tahunnya BPS menyajikan beberapa indikator yang berhubungan dengan kesejahteraan penduduk dalam sebuah publikasi yang berjudul Statistik Kesejahteraan Rakyat. Publikasi ini dapat diunduh secara gratis dihalaman resmi BPS di www.bps.go.id.
Indikator pertama yang akan kita bahas adalah ijazah yang dimiliki penduduk berusia 15 tahun keatas. Menurut teori human kapital, semakin tinggi Pendidikan yang dimiliki akan meningkatkan penghasilan yang akan diraih. Data ini sangat penting untuk melihat gambaran awal kesejahteraan masyarakat Papua. Pada tahun 2018, 14,40 persen penduduk berusia 15 tahun keatas Provinsi Papua Barat tidak memiliki ijazah. Untuk Provinsi Papua sebesar 38,27 persen. Sedangkan angka nasional adalah 18,02 persen. Data yang disajikan BPS cukup mengejutkan karena memberikan gambaran yang cukup kontras antara Provinsi Papua dan Papua Barat. Sejak memisahkan diri hampir 20 tahun yang lalu, rupanya Provinsi Papua Barat mampu membangun pendidikannya jauh lebih baik dibandingkan provinsi induknya. Bahkan angka penduduk usia diatas 15 tahun yang tidak memiliki ijazah Provinsi Papua Barat jauh lebih baik dibandingkan angka nasional.
Lebih menarik lagi pada saat kita mengetahui bahwa 11,77 persen penduduk usia diatas 15 tahun Provinsi Papua Barat memiliki ijazah strata satu keatas. Provinsi Papua hanya 6,06 persen dan nasional sebesar 6,48 persen. Lagi-lagi Provinsi Papua Barat jauh lebih baik dibandingkan Provinsi Papua dan angka nasional. Berdasarkan dua indikator tersebut bisa memberikan gambaran awal bahwa untuk Provinsi Papua Barat, modal pembangunan pendidikannya sudah lebih baik dibandingkan provinsi lain di Indonesia. Sedangkan Provinsi Papua masih dibawah rata-rata nasional dan tentu saja harus bekerja keras mengejar ketertinggalan.
Indikator lain yang penting untuk dibahas dalam artikel singkat ini adalah jaminan kesehatan yang dirasakan mayarakat papua. Data yang disajikan BPS lagi-lagi membuat saya kaget. Sekitar 76,68 persen penduduk Provinsi Papua menggunakan jaminan kesehatan pada saat berobat rawat jalan. Provinsi Papua Barat sebesar 66,94 persen dan angka nasional sebesar 40,21 persen. Data ini menunjukan bahwa jaminan kesehatan yang dirasakan masyarakat Papua dan Papua Barat secara umum jauh lebih baik dibandingkan provinsi lain.
Beralih menengok kondisi perumahan masyarakat Papua dan Papua barat. Pada tahun 2018, data yang disajikan BPS menunjukan bahwa bahan bangunan lantai terluas penduduk di Papua dan Papua barat yang masih beralaskan tanah hanya sebesar 1,47 persen dan 0,77 persen. Sedangkan angka nasional adalah 1,99 persen. Kondisi lantai rumah di Provinsi Papua dan Papua Barat berdasarkan data tersebut bisa disimpulkan sudah baik. Mengingat lebih dari 90 persen sudah memiliki rumah beralaskan keramik, semen, bata dll.
Indikator-indikator yang sudah kita bahas praktis sudah mematahkan argumen dari para pakar yang dianggap paling mengerti kondisi Papua. Pada kenyataanya pemerintah sangat fokus membangun daerah timur Indonesia. Data yang tersaji juga mencerminkan hasil jerih payah pembangunan selama ini. Tentu saja pembangunan yang sudah ada jangan sampai ternodai oleh kerusuhan-kerusahan yang berlarut-larut. Mari bergandengan tangan untuk membangun tanah air tercinta. Kendalikan ucapan-ucapan yang bisa berdampak pada isu Suku, Agama, Ras dan Antar Golongan.
Indonesia tanpa Aceh bukanlah Indonesia, Indonesia tanpa Papua bukanlah Indonesia. Karena Indonesia adalah dari Sabang Sampai Merauke dan dari Pulau Miangas sampai Pulau Rote. Bersatulah Indonesia. Salam hangat untuk saudara-saudara kita di Papua dan Papua Barat. Kita semua cinta papua.

No comments:

Post a Comment