Memiliki
pekerjaan adalah anugerah sekaligus amanah dari Sang Pencipta kepada setiap
insan manusia. Bahkan dalam ajaran Agama Islam, bekerja dengan tujuan mencari
nafkah disejajarkan dengan berjihad di jalan ALLAH SWT. Seperti yang tertuang
dalam hadist riwayat Ahmad berikut ini:
“Sesungguhnya Allah suka kepada hamba yang
berkarya dan terampil (professional atau ahli). Barangsiapa
bersusah-payah mencari nafkah untuk keluarganya maka dia serupa dengan seorang
mujahid di jalan Allah Azza wajalla.” (HR. Ahmad)”
Untuk menjalankan amanah pekerjaan yang kita
miliki, sudah sepantasnya setiap insan manusia bertanggung jawab memberikan
yang terbaik. Layaknya seorang prajurit TNI, tentu saja kita semua mengetahui
bahwa tugas pokok seorang prajurit TNI adalah menjaga dan mempertahankan
kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Lalu apakah kewajiban
seorang prajurit sejati hanyalah bersiap siaga menghadapi ancaman dan gangguan?
Tentu tidak, setiap prajurit berkewajiban menjaga fisiknya agar tetap prima
dengan cara berlatih bersama setiap hari. Selain berlatih, para prajurit juga
dibekali pemerintah uang lauk pauk dalam rangka menjamin pemenuhan gizi. Meskipun tidak diwajibkan uang lauk pauk hanya
untuk dikonsumsi prajurit, bisa saja prajurit menggunakan uang tersebut untuk
membeli susu anaknya, Namun, seorang prajurit yang amanah akan mengotimalkan
uang lauk pauk agar fisik mereka tetap prima dalam menjalankan tugas.
Sama halnya dengan prajurit TNI, seorang pegawai
BPS juga memiliki tugas dan kewajiban pokok yang harus dijalani setiap harinya.
Setiap level memiliki peran masing-masing, BPS Kabupaten/Kota biasanya berperan
sebagai eksekutor dilapangan, BPS Provinsi sebagai pengawasan dan BPS Pusat mayoritas
sebagai perencanaan dan pengawasan. Jika dirangkum, kegiatan BPS adalah
merencanakan survei sampai dengan menyampaikan hasil survei ke publik melalui
publikasi dan rilis. Sampai dengan kegiatan ini, jika kita bandingkan dengan
seorang prajurit TNI maka mempublikasikan hasil survei dan rilis resmi setara
dengan kegiatan seorang prajurit yang berjaga-jaga dari ancaman dan gangguan
dari dalam maupun luar negeri.
Seorang pegawai BPS bisa disejajarkan dengan
prajurit TNI yang rajin berlatih untuk menjaga fisik serta menjaga asupan
gizinya dengan cara mengetahui data-data yang dimiliki dan dirilis BPS. Dewasa
ini, masyarakat umum menuntut setiap insan BPS mengetahui seluk beluk data BPS,
apapun posisi kita. Mulai dari KSK, staf administrasi sampai dengan Kepala BPS.
Untuk mendalami data-data BPS, lebih mantap jika
seorang pegawai BPS mulai dibangkitkan jiwa menulisnya. Dengan menulis,
seseorang akan terlatih mengaitkan antara data yang tersedia, fenomena dan
bahkan teori-teori ilmu sosial maupun ekonomi. Syukur alhamdulillah, saat ini
pegawai BPS dari Sabang sampai Merauke sudah mulai bergeliat dan semangat
membunyikan data BPS melalui artikel opini di media masa. Ratusan penulis siap
menjadi juru bicara jika data yang disajikan BPS menuai kritik dari masyarakat
umum.
Animo semangat menulis opini di media masa pegawai
BPS harus terus dijaga keberlanjutannya. Menulis diharapkan tidak menjadi beban
tersendiri atau bahkan dianggap menambah beban pekerjaan. Menulis merupakan
pekerjaan yang membuat bekerja di BPS lebih berwarna dan aplikatif. Setiap
melihat kumpulan-kumpulan data yang ada di website BPS maupun pekerjaan
dilapangan bisa menjadi ide sebuah tulisan. Bahkan obrolan dengan pasangan
hidup dirumah bisa dikaitkan dengan statistik yang akhirnya bisa menjadi sebuah
artikel.
Sebagai contoh, suatu ketika saya dan istri sedang menonton
pertandingan basket di telvisi, singkat cerita pada saat itu saya ingin menulis
opini menyambut hari statistik. Alhamdulillah dari obrolan santai dengan istri
lahirlah sebuah artikel opini dengan judul “Pentingnya Data Statistik” yang
diterbitkan Tribun Aceh bertepatan dengan HSN 2017. Dari sini terlihat bahwa
ide menulis bisa saja datang dari keluarga tercinta. Menulis tidak membuat
pekerjaan kita bertambah dan semakin memperlebar jarak dengan keluarga, namun menulis
bisa membuat kita lebih menjiwai pekerjaan kita dan mendekatkan kita dengan
keluarga. Karena ide menulis bisa muncul dari setiap interaksi yang kita
lakukan. Sebagai penutup tulisan ini, penulis mengutip kalimat mutiara dari
Ustadz Felix Siauw yaitu: “Aku belajar dan membaca agar umur orang lain
berguna bagiku, dan aku menulis agar orang lain mengambil manfaat atas umurku”
No comments:
Post a Comment