Friday, July 20, 2018

Merenungi Angka Kemiskinan Aceh



Aceh Termiskin Se-Sumatera, kurang lebih itulah berita paling hot beberapa hari terakhir  diseluruh penjuru Aceh, baik media cetak maupun online sambung menyambung meviralkan kabar kurang menggembirakan ini. Isu tersebut muncul dipermukaan tak lepas pasca release angka kemiskinan yang diutarakan Kepala BPS Provinsi Aceh Wahyuddin pada tanggal 4 Januari 2018 lalu. Wahyuddin mengumumkan bahwa hasil survei pada bulan September 2017 menunjukan bahwa 15,92 persen penduduk Aceh berstatus miskin.

Kalimat Aceh termiskin sebetulnya memiliki makna yang bisa dikatakan sudah berbeda maksud dari data yang dikeluarkan BPS tiap enam bulan sekali itu. Sejatinya BPS merilis persentase jumlah penduduk miskin disuatu daerah, bukan merilis kekayaan suatu daerah. Sehingga terkadang menjadi tidak nyambung pada saat para pakar ekonomi Aceh mempertanyakan dana otonomi khusus Aceh yang sudah mengalir sepuluh tahun lebih itu tidak mampu mengurangi penduduk miskin Aceh, kekayaan alam Aceh seperti Minyak dan Gas, emas dan lain-lain tidak mampu mengentaskan kemiskinan penduduk Aceh, Sedangkan isu yang berhembus adalah Aceh merupakan salah satu Provinsi miskin di Indonesia bahkan termiskin Se-Sumatera.

Banyaknya penduduk miskin bukan berarti daerah tersebut adalah daerah miskin, demikian juga dengan keadaan Provinsi Aceh saat ini. Meskipun memiliki persentase penduduk miskin terbesar Se-Sumatera bukan berarti Aceh adalah daerah miskin. Untuk mengukur kekayaan suatu daerah sebetulnya lebih tepat dengan indikator angka Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). Dengan angka PDRB, kekayaan alam dan pendapatan seluruh penduduk yang ada disuatu daerah terakumulasi. Perbandingan angka PDRB atas dasar harga berlaku antar daerah inilah yang bisa kita gunakan dalam menentukan Provinsi mana yang lebih kaya.

Nilai PDRB atas dasar berlaku Provinsi Aceh pada tahun 2016 sebesar 137,27 trilliun rupiah. Angka tersebut menempatkan posisi Aceh pada ranking 8 dari 10 provinsi di Regional Sumatera. Nilai PDRB Aceh hanya lebih tinggi  dibandingkan Provinsi Bengkulu dan Provinsi Bangka Belitung. Dengan demikian peringkat PDRB Aceh memang hampir sejalan dengan peringkat persentase penduduk miskin Se-Sumatera. Bedanya adalah Provinsi Bengkulu dan Provinsi Bangka Belitung mengkudeta peringkat Aceh dalam hal peringkat persentase jumlah penduduk miskin. Keadaan ini sekaligus memberikan informasi bahwa kesenjangan pendapatan Provinsi Aceh lebih tinggi jika dibandingkan kedua provinsi tersebut. Persebaran pendapatan bisa dilihat dari indikator koefisien gini. Perlu diketahui angka koefisien gini berkisar antara 0-1, semakin mendekati 0 angka koefisien gini suatu daerah maka pendapatan semakin merata. Hal itu berlaku sebaliknya, jika angka koefisien gini mendekati 1, maka distribusi pendapatan daerah tersebut semakin timpang.

Provinsi Bangka Belitung memang memiliki persebaran pendapatan lebih merata yang ditunjukan dengan angka koefisien gini sebesar 0.276. Persebaran pendapatan yang lebih merata membuat persentase penduduk miskin di Provinsi Bangka Belitung pada tahun 2017 hanya sebesar 5,3 persen saja. Sedangkan Provinsi Bengkulu memiliki angka koefisien gini sebesar 0.349 membuat persentase penduduk miskin di Provinsi Bengkulu sebesar 15,59 persen, sedikit lebih baik dibandingkan Provinsi Aceh.

Meskipun demikian angka kemiskinan Aceh sebesar 15,92 persen pada tahun 2017 sejatinya sudah mengalami penurunan dari tahun-ketahun. Pada Bulan Maret 2015, tercatat persentase penduduk miskin di Aceh mencapai 17,08 persen. Perlahan tetapi pasti, persentase penduduk miskin terus mengalami penurunan. Meskipun pada suatu titik waktu, persentase penduduk miskin di Aceh meningkat sedikit. Seperti yang terjadi pada September 2015 sebesar 17,11 persen dan Maret 2017 sebesar 16,89 persen. Sedikit fluktuatif angka kemiskinan Aceh menunjukan bahwa program-progam penanggulangan kemiskinan yang dilakukan pemerintah pusat dan daerah ada hasilnya. Sedangkan kenaikan persentase jumlah penduduk miskin tentunya tidak lepas dari kenaikan Tarif dasar listrik dan harga BBM.

Baik, kembali ke topik pembahasan awal mengenai persentase penduduk miskin di Aceh. Dengan keadaan data kemiskinan Aceh tersebut, sebetulnya keadaan Provinsi Aceh saat ini dalam rel pembangunan yang baik. Meskipun saat ini masih diperingkat terbesar persentase penduduk miskin Se-Sumatera. Namun, jika program-program yang saat ini sudah dilaksanakan bisa istiqomah, maka kita semua rasanya harus optimis bahwa kedepannya Aceh bisa diperingkat 1 dengan persentase jumlah penduduk miskin paling sedikit baik regional Sumatera maupun Nasional. 

Selain program kemiskinan yang sudah dilaksanakan pemerintah, ada baiknya program pengentasan kemiskinan pemerintah mendapat dukungan dengan peningkatan kegiatan-kegiatan sosial yang dilakukan oleh perusahan baik perusahaan berpelat merah maupun perusahaan swasta yang berdomisili di Aceh. Kegiatan-kegiatan sosial tersebut antara lain bisa dalam bentuk beasiswa bagi anak-anak didaerah sekitar perusahaan, membantu pemerintah dalam pembangunan infrastruktur, menjadi sponsor dalam kegiatan-kegiatan produktif seperti kompetisi olahraga dan kesenian.

Tidak lupa bahwa pemberantasan kemiskinan juga memerlukan bantuan dan tindakan nyata dari para pengusaha-pengusaha tajir di Aceh, para pegawai dengan pendapatan diatas rata-rata atau siapapun yang  berdomisili di Aceh dengan pendapatan diatas rata-rata agar lebih bijak membelanjakan hartanya. Tulisan ini sama sekali tidak bermaksud menghakimi golongan yang disebutkan tersebut, saya yakin untuk zakat, masyarakat Aceh sangat patuh dalam menyalurkannya. Namun ada satu hal yang saya rasa belum optimal, yaitu menghidupkan usaha kecil disekitar kita. 

Dengan kolaborasi tiga unsur mayoritas pemegang “Uang” yaitu pemerintah, perusahaan dan masyarakat berpenghasilan diatas rata-rata, saya yakin hasilnya akan lebih bagus. Uang akan sedikit mengalir ke kalangan masyarakat berpenghasilan rendah yang akan berdampak pada memangkasnya kesenjangan distribusi pendapatan di Aceh dan tentunya semoga bisa mengurangi jumlah penduduk miskin di Aceh.

No comments:

Post a Comment

Merenungi Angka Kemiskinan Aceh



Aceh Termiskin Se-Sumatera, kurang lebih itulah berita paling hot beberapa hari terakhir  diseluruh penjuru Aceh, baik media cetak maupun online sambung menyambung meviralkan kabar kurang menggembirakan ini. Isu tersebut muncul dipermukaan tak lepas pasca release angka kemiskinan yang diutarakan Kepala BPS Provinsi Aceh Wahyuddin pada tanggal 4 Januari 2018 lalu. Wahyuddin mengumumkan bahwa hasil survei pada bulan September 2017 menunjukan bahwa 15,92 persen penduduk Aceh berstatus miskin.

Kalimat Aceh termiskin sebetulnya memiliki makna yang bisa dikatakan sudah berbeda maksud dari data yang dikeluarkan BPS tiap enam bulan sekali itu. Sejatinya BPS merilis persentase jumlah penduduk miskin disuatu daerah, bukan merilis kekayaan suatu daerah. Sehingga terkadang menjadi tidak nyambung pada saat para pakar ekonomi Aceh mempertanyakan dana otonomi khusus Aceh yang sudah mengalir sepuluh tahun lebih itu tidak mampu mengurangi penduduk miskin Aceh, kekayaan alam Aceh seperti Minyak dan Gas, emas dan lain-lain tidak mampu mengentaskan kemiskinan penduduk Aceh, Sedangkan isu yang berhembus adalah Aceh merupakan salah satu Provinsi miskin di Indonesia bahkan termiskin Se-Sumatera.

Banyaknya penduduk miskin bukan berarti daerah tersebut adalah daerah miskin, demikian juga dengan keadaan Provinsi Aceh saat ini. Meskipun memiliki persentase penduduk miskin terbesar Se-Sumatera bukan berarti Aceh adalah daerah miskin. Untuk mengukur kekayaan suatu daerah sebetulnya lebih tepat dengan indikator angka Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). Dengan angka PDRB, kekayaan alam dan pendapatan seluruh penduduk yang ada disuatu daerah terakumulasi. Perbandingan angka PDRB atas dasar harga berlaku antar daerah inilah yang bisa kita gunakan dalam menentukan Provinsi mana yang lebih kaya.

Nilai PDRB atas dasar berlaku Provinsi Aceh pada tahun 2016 sebesar 137,27 trilliun rupiah. Angka tersebut menempatkan posisi Aceh pada ranking 8 dari 10 provinsi di Regional Sumatera. Nilai PDRB Aceh hanya lebih tinggi  dibandingkan Provinsi Bengkulu dan Provinsi Bangka Belitung. Dengan demikian peringkat PDRB Aceh memang hampir sejalan dengan peringkat persentase penduduk miskin Se-Sumatera. Bedanya adalah Provinsi Bengkulu dan Provinsi Bangka Belitung mengkudeta peringkat Aceh dalam hal peringkat persentase jumlah penduduk miskin. Keadaan ini sekaligus memberikan informasi bahwa kesenjangan pendapatan Provinsi Aceh lebih tinggi jika dibandingkan kedua provinsi tersebut. Persebaran pendapatan bisa dilihat dari indikator koefisien gini. Perlu diketahui angka koefisien gini berkisar antara 0-1, semakin mendekati 0 angka koefisien gini suatu daerah maka pendapatan semakin merata. Hal itu berlaku sebaliknya, jika angka koefisien gini mendekati 1, maka distribusi pendapatan daerah tersebut semakin timpang.

Provinsi Bangka Belitung memang memiliki persebaran pendapatan lebih merata yang ditunjukan dengan angka koefisien gini sebesar 0.276. Persebaran pendapatan yang lebih merata membuat persentase penduduk miskin di Provinsi Bangka Belitung pada tahun 2017 hanya sebesar 5,3 persen saja. Sedangkan Provinsi Bengkulu memiliki angka koefisien gini sebesar 0.349 membuat persentase penduduk miskin di Provinsi Bengkulu sebesar 15,59 persen, sedikit lebih baik dibandingkan Provinsi Aceh.

Meskipun demikian angka kemiskinan Aceh sebesar 15,92 persen pada tahun 2017 sejatinya sudah mengalami penurunan dari tahun-ketahun. Pada Bulan Maret 2015, tercatat persentase penduduk miskin di Aceh mencapai 17,08 persen. Perlahan tetapi pasti, persentase penduduk miskin terus mengalami penurunan. Meskipun pada suatu titik waktu, persentase penduduk miskin di Aceh meningkat sedikit. Seperti yang terjadi pada September 2015 sebesar 17,11 persen dan Maret 2017 sebesar 16,89 persen. Sedikit fluktuatif angka kemiskinan Aceh menunjukan bahwa program-progam penanggulangan kemiskinan yang dilakukan pemerintah pusat dan daerah ada hasilnya. Sedangkan kenaikan persentase jumlah penduduk miskin tentunya tidak lepas dari kenaikan Tarif dasar listrik dan harga BBM.

Baik, kembali ke topik pembahasan awal mengenai persentase penduduk miskin di Aceh. Dengan keadaan data kemiskinan Aceh tersebut, sebetulnya keadaan Provinsi Aceh saat ini dalam rel pembangunan yang baik. Meskipun saat ini masih diperingkat terbesar persentase penduduk miskin Se-Sumatera. Namun, jika program-program yang saat ini sudah dilaksanakan bisa istiqomah, maka kita semua rasanya harus optimis bahwa kedepannya Aceh bisa diperingkat 1 dengan persentase jumlah penduduk miskin paling sedikit baik regional Sumatera maupun Nasional. 

Selain program kemiskinan yang sudah dilaksanakan pemerintah, ada baiknya program pengentasan kemiskinan pemerintah mendapat dukungan dengan peningkatan kegiatan-kegiatan sosial yang dilakukan oleh perusahan baik perusahaan berpelat merah maupun perusahaan swasta yang berdomisili di Aceh. Kegiatan-kegiatan sosial tersebut antara lain bisa dalam bentuk beasiswa bagi anak-anak didaerah sekitar perusahaan, membantu pemerintah dalam pembangunan infrastruktur, menjadi sponsor dalam kegiatan-kegiatan produktif seperti kompetisi olahraga dan kesenian.

Tidak lupa bahwa pemberantasan kemiskinan juga memerlukan bantuan dan tindakan nyata dari para pengusaha-pengusaha tajir di Aceh, para pegawai dengan pendapatan diatas rata-rata atau siapapun yang  berdomisili di Aceh dengan pendapatan diatas rata-rata agar lebih bijak membelanjakan hartanya. Tulisan ini sama sekali tidak bermaksud menghakimi golongan yang disebutkan tersebut, saya yakin untuk zakat, masyarakat Aceh sangat patuh dalam menyalurkannya. Namun ada satu hal yang saya rasa belum optimal, yaitu menghidupkan usaha kecil disekitar kita. 

Dengan kolaborasi tiga unsur mayoritas pemegang “Uang” yaitu pemerintah, perusahaan dan masyarakat berpenghasilan diatas rata-rata, saya yakin hasilnya akan lebih bagus. Uang akan sedikit mengalir ke kalangan masyarakat berpenghasilan rendah yang akan berdampak pada memangkasnya kesenjangan distribusi pendapatan di Aceh dan tentunya semoga bisa mengurangi jumlah penduduk miskin di Aceh.

No comments:

Post a Comment