Aceh Termiskin Se-Sumatera,
kurang lebih itulah berita paling hot beberapa hari terakhir diseluruh penjuru Aceh,
baik media cetak maupun online sambung
menyambung meviralkan kabar kurang menggembirakan ini. Isu tersebut muncul
dipermukaan tak lepas pasca release
angka kemiskinan yang diutarakan Kepala BPS Provinsi Aceh Wahyuddin pada
tanggal 4 Januari 2018 lalu. Wahyuddin mengumumkan bahwa hasil survei pada
bulan September 2017 menunjukan bahwa 15,92 persen penduduk Aceh berstatus
miskin.
Kalimat “Aceh
termiskin” sebetulnya memiliki makna yang bisa
dikatakan sudah berbeda maksud dari data yang dikeluarkan BPS tiap enam bulan
sekali itu. Sejatinya BPS merilis persentase jumlah penduduk miskin disuatu
daerah, bukan merilis kekayaan suatu daerah. Sehingga terkadang menjadi tidak nyambung
pada saat para pakar ekonomi Aceh mempertanyakan dana otonomi khusus Aceh yang
sudah mengalir sepuluh tahun lebih itu tidak mampu mengurangi penduduk miskin
Aceh, kekayaan alam Aceh seperti Minyak dan Gas, emas dan lain-lain tidak mampu
mengentaskan kemiskinan penduduk Aceh, Sedangkan isu yang berhembus adalah Aceh merupakan salah
satu Provinsi miskin di Indonesia bahkan termiskin Se-Sumatera.
Banyaknya penduduk miskin bukan berarti daerah tersebut
adalah daerah miskin, demikian juga dengan keadaan Provinsi Aceh saat ini.
Meskipun memiliki persentase penduduk miskin terbesar Se-Sumatera bukan berarti
Aceh adalah daerah miskin. Untuk mengukur kekayaan suatu daerah sebetulnya
lebih tepat dengan indikator angka Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). Dengan angka PDRB, kekayaan alam dan pendapatan seluruh penduduk yang
ada disuatu daerah terakumulasi. Perbandingan angka PDRB atas dasar harga
berlaku antar daerah inilah yang bisa kita gunakan dalam menentukan Provinsi
mana yang lebih kaya.
Nilai PDRB atas dasar berlaku Provinsi Aceh pada tahun
2016 sebesar 137,27 trilliun rupiah. Angka tersebut menempatkan posisi Aceh
pada ranking 8 dari 10 provinsi di Regional Sumatera. Nilai PDRB
Aceh hanya lebih tinggi dibandingkan
Provinsi Bengkulu dan Provinsi Bangka Belitung. Dengan demikian peringkat PDRB
Aceh memang hampir sejalan dengan peringkat persentase penduduk miskin Se-Sumatera.
Bedanya adalah Provinsi Bengkulu dan Provinsi Bangka Belitung mengkudeta
peringkat Aceh dalam hal peringkat persentase jumlah penduduk miskin. Keadaan
ini sekaligus memberikan informasi bahwa kesenjangan pendapatan Provinsi Aceh
lebih tinggi jika dibandingkan kedua provinsi tersebut. Persebaran pendapatan
bisa dilihat dari indikator koefisien gini. Perlu diketahui angka koefisien gini berkisar antara
0-1, semakin mendekati 0 angka koefisien gini suatu daerah maka pendapatan
semakin merata. Hal itu berlaku sebaliknya, jika angka koefisien gini mendekati
1, maka distribusi pendapatan daerah tersebut semakin timpang.
Provinsi Bangka Belitung memang memiliki persebaran
pendapatan lebih merata yang ditunjukan dengan angka koefisien gini sebesar
0.276. Persebaran pendapatan yang lebih merata membuat persentase penduduk
miskin di Provinsi Bangka Belitung pada tahun 2017 hanya sebesar 5,3 persen
saja. Sedangkan Provinsi Bengkulu memiliki angka koefisien gini sebesar 0.349
membuat persentase penduduk miskin di Provinsi Bengkulu sebesar 15,59 persen, sedikit lebih baik dibandingkan Provinsi
Aceh.
Meskipun demikian angka kemiskinan Aceh sebesar 15,92 persen pada tahun 2017 sejatinya sudah mengalami penurunan dari
tahun-ketahun. Pada Bulan Maret 2015, tercatat persentase penduduk miskin di
Aceh mencapai 17,08 persen. Perlahan tetapi pasti, persentase penduduk miskin
terus mengalami penurunan. Meskipun pada suatu titik waktu, persentase penduduk
miskin di Aceh meningkat sedikit. Seperti yang terjadi pada September 2015
sebesar 17,11 persen dan Maret 2017 sebesar 16,89 persen. Sedikit fluktuatif
angka kemiskinan Aceh menunjukan bahwa program-progam penanggulangan kemiskinan
yang dilakukan pemerintah pusat dan daerah ada hasilnya. Sedangkan kenaikan
persentase jumlah penduduk miskin tentunya tidak lepas dari kenaikan Tarif
dasar listrik dan harga BBM.
Baik, kembali ke topik pembahasan awal mengenai
persentase penduduk miskin di Aceh. Dengan keadaan data kemiskinan Aceh tersebut,
sebetulnya keadaan Provinsi Aceh saat ini dalam rel pembangunan yang baik.
Meskipun saat ini masih diperingkat terbesar persentase penduduk miskin Se-Sumatera.
Namun, jika program-program yang saat ini sudah dilaksanakan bisa istiqomah,
maka kita semua rasanya harus optimis bahwa kedepannya Aceh bisa diperingkat 1
dengan persentase jumlah penduduk miskin paling sedikit baik regional Sumatera
maupun Nasional.
Selain program kemiskinan yang sudah dilaksanakan
pemerintah, ada baiknya program pengentasan kemiskinan pemerintah mendapat
dukungan dengan peningkatan kegiatan-kegiatan sosial yang dilakukan oleh
perusahan baik perusahaan berpelat merah maupun perusahaan swasta yang
berdomisili di Aceh. Kegiatan-kegiatan sosial tersebut antara lain bisa dalam
bentuk beasiswa bagi anak-anak didaerah sekitar perusahaan, membantu pemerintah dalam pembangunan
infrastruktur,
menjadi sponsor dalam kegiatan-kegiatan produktif seperti kompetisi olahraga
dan kesenian.
Tidak lupa bahwa pemberantasan kemiskinan juga
memerlukan bantuan dan tindakan nyata dari para pengusaha-pengusaha tajir di
Aceh, para pegawai dengan pendapatan diatas rata-rata atau siapapun yang berdomisili di Aceh dengan pendapatan diatas
rata-rata agar lebih bijak membelanjakan hartanya. Tulisan ini sama sekali
tidak bermaksud menghakimi golongan yang disebutkan tersebut, saya yakin untuk
zakat, masyarakat Aceh sangat patuh dalam menyalurkannya. Namun ada satu hal
yang saya rasa belum optimal, yaitu menghidupkan usaha kecil disekitar kita.
No comments:
Post a Comment